DUNIA
6 menit membaca
Tawanan Israel mendapat sorotan headlines, tahanan Palestina mendapat kuburan
Sementara dunia bersatu mendukung tawanan Israel, para tahanan Palestina terbengkalai di penjara Israel, menghadapi penahanan tak terbatas, penyiksaan, bahkan kematian—semua ini diterima dengan keheningan dari komunitas internasional. Mengapa?
Tawanan Israel mendapat sorotan headlines, tahanan Palestina mendapat kuburan
Pemandangan dari luar pusat tahanan Israel, dipenuhi oleh Tawanan Palestina (Resuters) / Reuters
7 Maret 2025

Respon internasional terhadap tahanan dalam konflik Israel-Palestina menunjukkan kemunafikan yang mencolok. Tahanan Israel di Gaza mendapatkan liputan media global, tekanan diplomatik, dan seruan mendesak untuk pembebasan mereka. Sementara itu, ribuan tahanan Palestina—termasuk anak-anak, jurnalis, dan tenaga medis—ditahan tanpa ada dakwaan dari pengadilan, disiksa, bahkan dibunuh dalam penjara-penjara Israel, walaupun demikian komunitas dunia tetap saja acuh tak acuh.

Standar ganda yang mencolok ini bukanlah kebetulan; ini adalah gerakan bias yang disengaja untuk memperkuat supremasi Israel sambil membungkam penderitaan warga Palestina.

Kematian dalam tahanan Israel: Pembantaian sunyi

Sejak 7 Oktober 2023, setidaknya 59 tahanan Palestina telah meninggal dalam otoritas tahanan Israel dalam keadaan yang mencurigakan. Nama-nama mereka nyaris tidak disebutkan di media internasional, sementara pejabat Israel bertindak dengan impunitas. Dunia menyaksikan dalam diam ketika sistem penjara Israel berubah menjadi ruang eksekusi bagi tahanan Palestina.

Salah satu korban terbaru adalah Musab Hani Haniyeh, yang dibunuh oleh beberapa penjaga penjara Israel beberapa minggu yang lalu. Kematian ini bukanlah anomali—ini adalah bagian dari kebijakan sistematis penyiksaan yang mencakup pemukulan berat, kelaparan, paparan suhu ekstrem, dan pengabaian medis yang disengaja. Namun, meskipun pelanggaran hak asasi manusia ini sangat serius, tidak ada pemerintah Barat yang menyerukan penyelidikan independen.

Bandingkan ini dengan respons terhadap tahanan Israel di Gaza. Begitu laporan tentang kondisi mereka muncul, Perserikatan Bangsa-Bangsa, AS, dan kekuatan Uni Eropa segera mengecam Hamas, menyebut penahanan tersebut sebagai "kejahatan perang."

Di mana suara-suara ini ketika warga Palestina disiksa dan dibunuh di sel-sel Israel? Di mana pertemuan darurat PBB ketika tubuh tahanan Palestina keluar dari penjara Israel dalam peti mati?

Ruang penyiksaan

Sistem penjara Israel tidak hanya menahan warga Palestina, tetapi juga menghancurkan tubuh dan akal sehat mereka. Penahanan administratif, sebuah kebijakan draconian yang diwarisi dari pemerintahan kolonial Inggris, memungkinkan Israel untuk memenjarakan warga Palestina tanpa batas waktu tanpa dakwaan atau pengadilan. Kebijakan ini secara tidak proporsional menargetkan aktivis, mahasiswa, dan profesional.

Ambil contoh Dr. Husam Abu Safiya, seorang tenaga medis yang diculik dari tempat kerjanya di Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara. Penangkapan tenaga medis di zona konflik adalah pelanggaran hukum internasional yang sangat jelas, namun penderitaan Abu Safiya nyaris tidak mendapat perhatian di media Barat. Dunia menyaksikan dalam diam ketika Israel mengubah rumah sakit menjadi tempat perburuan untuk penganiayaan politik. Dokter dan jurnalis Palestina secara rutin ditangkap, dituduh dengan tuduhan "ancaman keamanan" yang samar, dan mengalami kondisi yang mengerikan.

Namun, mereka yang selamat dari penahanan sering kali meninggalkan penjara dengan luka—baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.

Pertimbangkan Mohammed Abu Tawila, seorang tahanan Palestina yang baru saja dibebaskan. Tubuhnya menunjukkan bekas luka bakar besi panas, sengatan listrik, dan cacat wajah yang disengaja. Ini bukan tindakan petugas yang nakal; ini adalah bagian dari kebijakan prosedur penyiksaan yang telah dilakukan secara sistematis dan beberapa penyiksaan ini didokumentasikan dengan baik oleh kelompok hak asasi manusia seperti B'Tselem, Addameer, dan Human Rights Watch.

Penggunaan sistem penyiksaan, isolasi berkepanjangan, dan pengakuan paksa oleh Israel secara langsung melanggar Konvensi Anti-Penyiksaan, yang telah ditandatangani oleh Israel. Namun, pemerintah Barat yang sama yang sering berbicara tentang hak asasi manusia terus mendanai, mempersenjatai, dan melindungi Israel dari akuntabilitas.

Kematian yang seharusnya mengguncang dunia—tetapi tidak

Pada Mei 2023, tahanan Palestina Khader Adnan meninggal setelah mogok makan selama 86 hari—sebuah tindakan putus asa untuk melawan penahanan administratifnya yang tidak terbatas. Sebagai tahanan politik, Adnan memilih untuk melawan penindasan dengan satu-satunya senjata yang tersisa: tubuhnya. Dia dibiarkan mati di selnya, tanpa perawatan medis hingga organ tubuhnya berhenti berfungsi.

Kematian Adnan seharusnya memicu kemarahan. Seharusnya ada seruan internasional untuk sanksi, penyelidikan, dan akuntabilitas. Namun, institusi dunia tetap membeku, diam mereka lebih keras daripada pernyataan apa pun yang bisa mereka buat. Dalam beberapa bulan, ceritanya terkubur di bawah berita utama tentang perang Israel di Gaza, memudar ke dalam kekosongan penderitaan Palestina yang terlupakan.

Bandingkan ini dengan mobilisasi global yang langsung terjadi untuk tahanan Israel. Ketika seorang tentara Israel ditangkap, pemerintah di seluruh dunia menuntut pembebasannya segera. Ketika seorang tahanan Palestina meninggal di sel yang dingin dan gelap setelah 86 hari tanpa makanan, dunia mengangkat bahu.

Politik pembebasan tahanan

Perbedaan mencolok lainnya antara perlakuan terhadap tahanan Israel dan Palestina terletak pada politik pembebasan mereka. Sementara tekanan internasional sering kali mengarah pada pembebasan tahanan Israel, tahanan Palestina hanya dibebaskan dengan konsesi politik yang mahal—biasanya setelah pembantaian dan serangan militer yang intens.

Setiap pertukaran tahanan didahului oleh penangkapan massal, pemboman, dan tindakan keras brutal terhadap komunitas Palestina. Dunia tidak pernah menuntut Israel untuk membebaskan tahanan Palestina yang ditahan secara tidak sah, meskipun ada pelanggaran hukum internasional yang jelas. Ini bukan diplomasi—ini adalah tebusan yang dibayar dengan darah.

Ketimpangan ini semakin diperkuat oleh narasi media. Tahanan Israel diberi label "sandera" atau "tentara yang diculik," yang membangkitkan simpati dan urgensi. Tahanan Palestina, bahkan jika mereka adalah anak-anak atau pekerja kemanusiaan, dicap sebagai "teroris" atau "ancaman keamanan."

Manipulasi bahasa ini disengaja. Ini dirancang untuk mengkriminalisasi setiap upaya warga Palestina untuk melawan pendudukan dengan mencabut status hukum mereka sebagai tahanan politik. Tujuannya jelas: memastikan bahwa warga Palestina dipandang sebagai penjahat, bukan sebagai korban kekuasaan pendudukan.

Bias media

Tahanan Israel menerima perhatian media Barat yang terus-menerus. Kita melihat mereka di layar kita duduk untuk wawancara mendalam dengan keluarga mereka; kemudian ada seruan emosional dari para pemimpin dunia, dan seruan mendesak untuk tindakan. Sementara itu, tahanan Palestina—yang mengalami penderitaan jauh lebih buruk—direduksi menjadi statistik tanpa nama, jika diakui sama sekali.

Liputan selektif ini tidak hanya bias—ini adalah bagian dari perang terhadap keberadaan Palestina. Jika seorang tahanan Palestina disiksa di sel Israel dan tidak ada yang melaporkannya, apakah kejahatan itu benar-benar ada?

Namun, bukan hanya media, institusi hak asasi manusia juga telah gagal pada Palestina dengan bahasa ganda mereka. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) memiliki yurisdiksi atas kejahatan di wilayah Palestina yang diduduki, namun tidak melakukan apa pun untuk menangani penyiksaan sistematis Israel terhadap tahanan. Demikian pula, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, dan organisasi hak asasi manusia Barat sering mengecam pelanggaran di seluruh dunia—tetapi ketika menyangkut tahanan Palestina, mereka tetap bungkam.

Ini bukan ketidaktahuan. Ini adalah penolakan yang disengaja untuk meminta pertanggungjawaban Israel.

Jalan menuju keadilan

Jika hukum internasional ingin berarti apa pun, hukum itu harus diterapkan secara setara. Keadilan tidak bisa selektif. Jalan menuju keadilan jelas, dan dimulai dengan pertanggungjawaban global.

Organisasi hak asasi manusia dan jurnalis independen harus memprioritaskan tahanan Palestina dalam pelaporan dan advokasi mereka. Pemerintah yang mengklaim menjunjung tinggi hak asasi manusia harus memberlakukan konsekuensi nyata pada pejabat Israel yang bertanggung jawab atas penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum. Media harus ditantang atas pelaporan bias mereka, dan penderitaan tahanan Palestina harus dibuat terlihat seperti halnya tahanan Israel.

Tekanan internasional yang sama yang menghancurkan apartheid di Afrika Selatan harus diterapkan pada sistem penjara apartheid Israel.

Kemunafikan dalam perlakuan dunia terhadap tahanan Israel dan Palestina adalah kegagalan moral yang luar biasa. Sementara tahanan Israel dimanusiakan, diperjuangkan, dan diselamatkan, tahanan Palestina diabaikan, didemonisasi, dan dibiarkan membusuk.

Berapa banyak lagi warga Palestina yang harus mati dalam tahanan Israel sebelum dunia berhenti menutup mata?

SUMBER:TRTWorld
Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us