Beberapa tahun lalu, sebuah survei terhadap 2.000 orang mengungkapkan pertanyaan ilmiah yang paling sering diajukan: Apakah kita sendirian di alam semesta?
Hingga saat ini, kita belum memiliki bukti konkret tentang kehidupan di luar Bumi. Namun, tunggu dulu, mungkin keberadaan makhluk luar angkasa bukan hanya fiksi Hollywood.
Dalam apa yang bisa jadi terobosan besar dalam pencarian kehidupan di luar Bumi, sebuah tim peneliti mengklaim telah menemukan bukti kuat aktivitas biologis di K2-18b, sebuah planet ekstrasurya yang terletak 120 tahun cahaya dari Bumi.
Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun di ruang hampa, yang setara dengan sekitar 9,4 triliun kilometer.
"Ini adalah momen revolusioner," kata Dr. Nikku Madhusudhan, astrofisikawan dan profesor di Universitas Cambridge yang memimpin tim peneliti tersebut.
"Ini adalah pertama kalinya umat manusia melihat potensi biosignature di planet yang mungkin bisa dihuni," tambahnya.
"Penjelasan terbaik untuk pengamatan kami adalah bahwa K2-18b mungkin memiliki lautan hangat yang dipenuhi dengan kehidupan," ujar Madhusudhan.
Bukti kehidupan
Tim peneliti menganalisis data yang diperoleh dari Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST), teleskop terbesar yang memiliki instrumen dengan resolusi tinggi. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengamati objek-objek yang terlalu tua, jauh, atau redup menggunakan gelombang inframerah.
Dalam atmosfer K2-18b, para peneliti menemukan keberadaan dimetil sulfida yang cukup kuat — senyawa yang terdiri dari sulfur, karbon, dan hidrogen.
Di Bumi, dimetil sulfida hanya dapat diproduksi oleh organisme hidup. Sebagai contoh, beberapa jenis alga laut menghasilkan senyawa ini, yang kemudian naik ke atmosfer dan memberikan aroma khas laut.
Studi Madhusudhan yang dipublikasikan pada 16 April dalam Astrophysical Journal Letters ini dianggap sebagai indikasi terkuat tentang kemungkinan kehidupan di luar tata surya kita.
Banyak peneliti menyebutnya sebagai langkah awal yang menarik untuk lebih memahami planet K2-18b. Namun, sebagian besar tetap berhati-hati dalam menarik kesimpulan besar.
"Ini bukan hal yang sepele," kata Stephen Schmidt, ilmuwan planet di Universitas Johns Hopkins. "Ini adalah petunjuk. Tapi kita belum bisa langsung menyimpulkan bahwa planet ini dapat dihuni."
Para ilmuwan akan melanjutkan eksperimen di laboratorium untuk menganalisis lebih dalam, seperti mensimulasikan kondisi di sub-Neptunus guna melihat apakah dimetil sulfida berperilaku serupa seperti di Bumi.
K2-18b sendiri adalah planet sub-Neptunus, yang ukurannya lebih besar dari planet berbatu di tata surya kita namun lebih kecil dari Neptunus dan planet gas lainnya.
"Saya belum berteriak, 'alien!'" kata Nikole Lewis, ilmuwan eksoplanet di Universitas Cornell. "Tapi saya tidak menutup kemungkinan untuk suatu saat berteriak, 'alien!'"
Di mana semua orang?
Fisikawan Enrico Fermi pernah mengajukan pertanyaan yang terkenal: "Di mana semua orang?"
Pertanyaan ini kini dikenal sebagai paradoks Fermi — sebuah dilema yang membingungkan tentang mengapa kita belum menemukan atau mendengar kehidupan alien yang cerdas, meskipun alam semesta sangat luas dan sudah ada sejak miliaran tahun.
Bayangkan galaksi kita yang terdiri dari miliaran bintang dengan banyak planet yang mengorbit di sekitarnya. Beberapa dari planet tersebut seharusnya memiliki kondisi yang mendukung kehidupan. Mengingat usia alam semesta yang mencapai 13,8 miliar tahun, peradaban cerdas seharusnya sudah punya banyak waktu untuk berkembang, menyebar, atau mengirimkan sinyal yang bisa kita deteksi.
Para ilmuwan memperkirakan ada sekitar 20 miliar planet mirip Bumi hanya di galaksi kita saja. Seharusnya, peradaban yang lebih maju di planet-planet ini bisa saja membangun megastruktur atau mengirimkan gelombang radio yang bisa kita deteksi.
Beberapa penjelasan yang diusulkan ilmuwan terkait keheningan alam semesta ini antara lain: kehidupan cerdas mungkin jauh lebih langka dari yang kita kira, atau peradaban-peradaban ini hancur sebelum dapat menjangkau kita.
Atau mungkin, makhluk luar angkasa ada di luar sana, tapi terlalu jauh, sinyal mereka terlalu lemah, atau kita hanya belum mencari dengan cara yang benar.
Saat komunitas ilmiah melanjutkan penelitian ini, Madhusudhan mengingatkan agar kita tetap berhati-hati. "Tidak ada gunanya jika kita mengklaim terlalu cepat bahwa kita telah mendeteksi kehidupan."
Meski begitu, banyak penelitian sebelumnya juga telah menawarkan teori-teori tentang kemungkinan keberadaan kehidupan alien.
Sampai saat ini, dunia masih bergulat dengan pertanyaan yang sama: Di mana semua orang?