Dunia
2 menit membaca
Menteri peringatkan krisis kemanusiaan 'dramatis' di DRC akibat pemotongan bantuan AS
"Ini akan terus menjadi lebih dramatis karena kami tidak memiliki bantuan dana luar negeri AS," kata Patrick Muyaya.
Menteri peringatkan krisis kemanusiaan 'dramatis' di DRC akibat pemotongan bantuan AS
Seorang demonstran memegang bendera nasional Kongo selama protes di depan Kedutaan Besar Rwanda di Brussels, pada 8 Februari 2025, terhadap serangan kelompok bersenjata M23 yang didukung Rwanda di Kongo Timur yang telah menyebabkan ribuan orang tewas dan memaksa ribuan untuk mengungsi
4 Maret 2025

Situasi kemanusiaan di bagian timur Republik Demokratik Kongo diperkirakan akan menjadi “sangat dramatis” akibat pemotongan dana bantuan luar negeri dari Amerika Serikat, kata seorang pejabat pemerintah setempat pada hari Senin.

Menteri Komunikasi Patrick Muyaya menyampaikan dalam konferensi video dengan lembaga Think-tank AS, Atlantic Council’s Africa Center, bahwa 70 persen bantuan kemanusiaan di wilayah timur tersebut didanai oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Ia memperingatkan bahwa situasi yang “sudah dramatis akan menjadi lebih dramatis karena kami tidak lagi memiliki bantuan luar negeri dari AS.”

“Kita perlu memastikan bahwa Goma dapat diakses untuk bantuan kemanusiaan. Ini sangat, sangat mendesak,” kata Muyaya, menekankan pentingnya pembukaan kembali bandara Goma.

Ia juga menyoroti situasi anak-anak yang tidak dapat “bersekolah dengan tenang,” karena anak-anak berusia 13 hingga 18 tahun “secara sistematis diculik.”

Komentar Muyaya muncul setelah pemerintahan Trump, sesuai apa yang disarankan oleh miliarder teknologi Amerika Elon Musk yang memimpin Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE), memulai penghentian operasi USAID baik di domestik maupun luar negeri.

Langkah tersebut telah menyebabkan gangguan besar pada banyak program bantuan global, mempengaruhi sebahagian besar organisasi non-pemerintah dan organisasi media yang bergantung pada pendanaan dari badan tersebut.

Lebih dari 8.500 kematian

Kelompok pemberontakan M23 telah berhasil meluaskan penguasaan wilayahnya di Kongo sejak Desember, baru-baru ini merebut ibu kota provinsi Goma dan Bukavu.

Pertempuran yang terjadi di Kongo sejak Januari telah menyebabkan lebih dari 8.500 orang korban jiwa, dengan setidaknya 5.700 orang terluka, menurut Menteri Kesehatan Kongo Samuel-Roger Kamba.

Pekan lalu, setidaknya 16 orang tewas dan lebih dari 17 lainnya terluka dalam sebuah ledakan selama rapat umum M23 di Bukavu, menurut laporan dari menteri tersebut.

Muyaya mendesak komunitas internasional untuk terus memberikan tekanan “terutama pada Rwanda, agar mereka kembali ke meja perundingan, sehingga kita dapat menemukan solusi untuk situasi saat ini.”

Kongo menuduh Rwanda mendukung kelompok pemberontak tersebut, dan negara-negara seperti AS dan Inggris telah mengumumkan langkah-langkah hukuman serta sanksi terhadap Administrasi Kigali atas dugaan tersebut.


Intip TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us