Seorang akademisi asal Amerika Serikat ditahan pada hari Selasa dan didakwa menghina monarki Thailand, menurut pengacaranya, dalam kasus langka di mana warga negara asing terjerat undang-undang lese-majeste yang ketat di kerajaan tersebut.
Chambers, yang mengajar di Universitas Naresuan di Thailand utara, menyangkal tuduhan tersebut, kata pengacaranya, Wannaphat Jenroumjit.
"Dia menyangkal tuduhan itu," ujar Wannaphat.
Undang-undang lese-majeste melindungi Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dan keluarganya dari kritik, dengan pelanggaran yang dapat dijatuhi hukuman hingga 15 tahun penjara.
Militer Thailand mengajukan pengaduan terhadap Chambers awal tahun ini terkait sebuah artikel yang terhubung dengan diskusi daring. Ia diberitahu tentang tuduhan tersebut minggu lalu dan diminta melapor ke kantor polisi di provinsi Phitsanulok pada Selasa untuk memberikan tanggapan resmi.
“Kami harus memeriksa semua detail, tetapi terdakwa mengatakan dia tidak melakukannya, dan saya percaya hukum akan melindunginya,” kata Wannaphat.
AS ‘Terkejut’
Departemen Luar Negeri AS menyatakan "terkejut" dengan penangkapan Chambers dan menegaskan bahwa mereka "mengambil tanggung jawab untuk membantu warga negara AS di luar negeri dengan serius."
"Kasus ini memperkuat kekhawatiran kami tentang penggunaan undang-undang lese-majeste di Thailand. Kami terus mendesak otoritas Thailand untuk menghormati kebebasan berekspresi," tambah pernyataan tersebut.
Chambers mengatakan ia merasa "terintimidasi" oleh situasi ini, namun mendapat dukungan dari Kedutaan Besar AS dan kolega-koleganya di universitas.
Tuduhan berdasarkan undang-undang penghinaan kerajaan Thailand telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kritikus menilai undang-undang ini sering disalahgunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
Thai Lawyers for Human Rights (TLHR) mengatakan bahwa sangat "jarang" seorang warga negara asing menghadapi tuduhan semacam ini.
Pengawas internasional juga mengungkapkan keprihatinan atas meningkatnya penggunaan undang-undang tersebut terhadap akademisi, aktivis, dan mahasiswa.
Pada tahun 2023, seorang pria dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena menjual kalender satir yang dianggap menghina raja. Sementara itu, seorang pria di Thailand utara dijatuhi hukuman 50 tahun penjara pada tahun lalu, dan seorang wanita dihukum 43 tahun pada 2021.