Penanaman Modal Asing (PMA) ke Indonesia menurun 6,95 persen year-on-year (yoy) pada kuartal kedua tahun 2025, mencapai Rp202,2 triliun (sekitar $12,3 miliar), menurut data yang dirilis Kementerian Investasi pada hari Selasa.
Penurunan ini merupakan yang tertajam sejak awal tahun 2020.
Menteri Investasi Rosan Roeslani mengaitkan kemerosotan tersebut dengan meningkatnya ketegangan geopolitik, yang menurutnya telah menurunkan kepercayaan investor di seluruh dunia. "Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dinamika geopolitik global telah berdampak besar pada arus investasi," ujarnya dalam jumpa pers.
Salah satu faktor penyebab penurunan ini adalah keputusan AS pada bulan April untuk mengenakan tarif pada berbagai macam impor, termasuk bea masuk sebesar 32 persen untuk barang-barang Indonesia. Tarif ini kemudian dikurangi menjadi 19 persen setelah perjanjian bilateral baru-baru ini.

Angka PMA terbaru tidak termasuk sektor jasa keuangan dan minyak dan gas. Penurunan sebesar 6,95 persen ini merupakan yang terbesar sejak penurunan 9,2 persen pada Q1 2020, menurut data dari London Stock Exchange Group (LSEG).
Meskipun mengalami kemunduran, Rosan menyatakan optimismenya bahwa Indonesia masih dapat mencapai target investasi tahunannya, dengan menyebutkan peningkatan impor barang modal sebagai tanda pembangunan pabrik baru.
"Jika barang modal meningkat, biasanya itu menandakan pertumbuhan infrastruktur dan kapasitas produksi," ujarnya. "Insya Allah, kami akan mencapai target investasi."
Pada akhir Juni, total investasi—baik asing maupun domestik—mencapai 943 triliun rupiah, hampir separuh dari target 2025 sebesar 1.905,6 triliun rupiah. Pada periode April–Juni saja, total investasi langsung mencapai 477,7 triliun rupiah dan menciptakan lebih dari 665.000 lapangan kerja baru.
Sektor-sektor utama yang menarik modal asing antara lain logam dasar, pertambangan, jasa, logistik, pergudangan, dan telekomunikasi.
Sumber PMA terbesar selama kuartal tersebut adalah Singapura, Hong Kong, dan China.