Somalia dan Ethiopia telah menandatangani deklarasi bersama untuk menangani perselisihan mereka terkait wilayah Somaliland yang memisahkan diri dan kebutuhan Ethiopia akan akses laut, dengan Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan memfasilitasi kesepakatan tersebut.
Dalam konferensi pers bersama di Ankara, Presiden Erdogan memuji Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamoud dan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed atas "rekonsiliasi bersejarah" mereka.
Deklarasi Ankara, yang ditandatangani pada 11 Desember 2024, merupakan terobosan dalam meredakan permusuhan antara dua kekuatan regional di Tanduk Afrika.
"Melalui pendekatan diplomatik yang seimbang, Turkiye memastikan kekhawatiran Ethiopia dapat ditangani tanpa mengorbankan kedaulatan Somalia," ujar Dr. Ibrahim Mulushewa, Direktur Eksekutif di Pusat Studi Integrasi Nasional dan Regional.
Deklarasi ini menegaskan kembali komitmen Ethiopia dan Somalia terhadap kedaulatan, kesatuan, dan integritas teritorial, serta membuka jalan bagi negosiasi teknis terkait akses Ethiopia ke laut, yang diharapkan dapat diselesaikan pada pertengahan 2025.
Mediator yang Netral
Salah satu faktor keberhasilan utama ini adalah kemampuan Ankara untuk mempertahankan netralitas—sebuah kualitas yang luar biasa di kawasan yang lama dibayangi oleh sengketa historis dan teritorial serta campur tangan aktor internasional lainnya.
"Salah satu faktor penentu keberhasilan Turkiye adalah kemampuannya untuk mempertahankan netralitas sepanjang proses," ujar Dr. Mulushewa. "Dengan menghindari tindakan yang bisa ditafsirkan sebagai keberpihakan, Turkiye membangun kepercayaan dan kredibilitas, memastikan Ethiopia merasa cukup aman untuk berpartisipasi."
Ethiopia, kekuatan militer dominan di Tanduk Afrika, awalnya khawatir bahwa dialog bisa merusak kepentingan strategisnya. Sebuah nota kesepahaman pada Januari 2024 dengan Somaliland sudah merusak hubungan Ethiopia dengan Somalia, yang melihat perjanjian itu sebagai pelanggaran kedaulatannya.
Namun, Turkiye dengan hati-hati menyesuaikan perannya sebagai mediator, menangani kecemasan Ethiopia sambil mengakui keluhan Somalia.
Hubungan bilateral yang kuat antara Turkiye dengan Ethiopia dan Somalia menjadi kunci dalam membangun momentum bagi pembicaraan ini. Selama bertahun-tahun keterlibatan, Turkiye telah membangun diri sebagai mitra yang dapat diandalkan untuk kedua negara, memupuk hubungan ekonomi dan pembangunan yang menciptakan goodwill.
Dr. Mulushewa menyoroti pentingnya kepercayaan ini: "Keragu-raguan awal Ethiopia berasal dari kurangnya kepercayaan pada negosiasi multilateral. Reputasi Turkiye yang adil dan konstruktif meyakinkan para pemimpin Ethiopia bahwa kekhawatiran mereka tidak akan diabaikan."
Netralitas dalam Deklarasi Strategis
Deklarasi Ankara adalah kompromi yang sangat hati-hati. Ini mengakui saling ketergantungan antara kedua negara sekaligus menekankan kepentingan bersama dalam bidang keamanan. Ethiopia, sebuah negara dengan 120 juta penduduk dan keragaman etnis yang luas, memahami bahwa stabilitasnya sangat terkait dengan stabilitas Somalia.
"Kemampuan Turkiye untuk beroperasi di luar kerangka mediasi Barat tradisional menarik bagi Ethiopia," jelas Dr. Mulushewa. "Ini menawarkan model diplomasi yang menghormati otonomi Ethiopia sambil mendorong kerja sama."
Salah satu aspek penting dari pendekatan Ankara adalah merangkai kembali negosiasi seputar stabilitas kawasan yang lebih luas, alih-alih berfokus pada ketegangan sejarah. Ini menekankan kebutuhan strategis Ethiopia akan akses laut sambil meyakinkan Somalia bahwa kedaulatannya akan tetap terjaga.
"Penekanan Turkiye pada keamanan bersama sangat penting," ujar Dr. Mulushewa. "Ini mendorong Ethiopia untuk melihat lebih jauh dari rivalitas sesaat dan fokus pada manfaat perdamaian yang lebih luas di Tanduk Afrika."
Washington memuji kesepakatan ini sebagai keseimbangan antara integritas teritorial dan kolaborasi ekonomi.
Seorang juru bicara dari Kementerian Luar Negeri Inggris (FCDO) mendukung kesepakatan ini, memuji "langkah-langkah untuk mempromosikan kerja sama, stabilitas, pembangunan, dan kemakmuran bersama di Tanduk Afrika."
Uni Eropa menyoroti deklarasi ini sebagai refleksi dari "pentingnya saling menghormati dan dialog dalam meredakan ketegangan di Tanduk Afrika." Mereka juga menegaskan dukungan untuk "kesatuan, kedaulatan, dan integritas teritorial" kedua negara.
PBB juga menyambut baik kesepakatan ini, dengan juru bicara PBB Stephane Dujarric menggambarkannya sebagai "langkah positif" dalam semangat "persahabatan" dan "saling menghormati." Dujarric menyatakan, "Kami menyambut dengan hangat pengumuman Deklarasi Ankara antara Ethiopia dan Somalia di bawah kepemimpinan Turkiye."
Uni Afrika menyambut baik kesepakatan ini, mendesak kedua pihak untuk melaksanakan langkah-langkah relevan yang diadopsi "tanpa penundaan."
Kepala Komisi Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat, juga mengucapkan selamat kepada Erdogan atas dukungannya terhadap kedua pihak dalam komitmen mereka untuk menyelesaikan "perbedaan mereka melalui konsultasi dan dialog, demi kepentingan terbaik negara dan rakyat mereka."
Dengan menyajikan kolaborasi sebagai sesuatu yang saling menguntungkan, Turkiye mengubah kebuntuan menjadi kemajuan—sebuah kemenangan diplomatik di kawasan yang sangat membutuhkan stabilitas.
"Deklarasi ini bukan hanya sebuah kesepakatan," kata Dr. Mulushewa menutup, "ini adalah pencapaian diplomatik yang menunjukkan kapasitas Turkiye dalam menangani tantangan kompleks di kawasan yang sensitif."
SUMBER: TRT WORLD