Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, telah terlibat dalam pembicaraan tingkat tinggi di Washington pada 9 Juli dengan para pejabat AS, termasuk Menteri Perdagangan Howard Lutnick, Perwakilan Dagang Jamieson Greer, dan Menteri Keuangan Scott Bessent, untuk mengatasi kekhawatiran mengenai tarif prospektif sebesar 32 persen pada ekspor Indonesia, yang dijadwalkan berlaku mulai tanggal 1 Agustus.
Hartarto, Kepala negosiator untuk Indonesia melaporkan hasil ‘positif’ dari negosiasi yang diadakan di Washington dengan perwakilan Amerika Serikat mengenai potensi tarif tersebut.
"Kami sudah memiliki kesepahaman yang sama dengan AS terkait perundingan ini. Ke depannya, kami akan berupaya menyelesaikan perundingan ini dengan prinsip saling menguntungkan," ujar Airlangga Hartarto dalam pernyataannya.
Indonesia menunjukkan kesediaan untuk menurunkan tarif barang dari Amerika Serikat secara substansial, dengan potensi pengurangan mendekati nol. Lebih lanjut, mereka menyatakan minat untuk meningkatkan pengadaan dan investasi modal oleh Amerika Serikat di Indonesia, dengan proyeksi nilai agregat sekitar $34 miliar dolar.
Kedua negara juga mempertimbangkan untuk memperluas kolaborasi mereka di bidang mineral penting. Indonesia, yang juga ekonomi terbesar di Asia Tenggara, merupakan produsen utama logam seperti nikel, timah, dan tembaga, serta merupakan eksportir minyak sawit terbesar di dunia.
AS saat ini sedang mengincar kesepakatan nota dagang dengan Indonesia untuk mineral penting seperti nikel, tembaga, dan kobalt. Hartarto mengatakan bahwa Indonesia akan mengintensifkan negosiasi dengan AS dalam tiga minggu mendatang.
Sebagai ekonomi G20 dan salah satu sekutu terbesar AS di kawasan Asia-Pasifik, negosiasi tarif Indonesia menyoroti pentingnya penurunan tarif AS ini terhadap strategis kepentingan ekonomi Indonesia dalam perdagangan global.