KTT negara-negara BRICS akan digelar di ibu kota Brasil, Rio de Janeiro, pada 5–6 Juli. Para anggotanya berambisi memberikan suara dalam krisis global, meski berhati-hati agar tidak secara langsung berbenturan dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump, menurut para analis.
Kota tersebut kini berada dalam pengamanan ketat dan akan menjadi tuan rumah bagi para pemimpin dan diplomat dari 11 negara berkembang, termasuk China, India, Rusia, dan Afrika Selatan, yang mewakili hampir setengah populasi dunia dan 40 persen PDB global.
Siapa yang tidak hadir?
Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva akan memimpin pertemuan ini, meski tanpa kehadiran sejumlah pemimpin penting dunia.
Presiden China Xi Jinping akan absen untuk pertama kalinya dan mengirimkan Perdana Menteri Li Qiang sebagai wakilnya.
Pemimpin Rusia Vladimir Putin, yang saat ini menghadapi surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC), tidak akan datang ke Brasil, namun menurut Kremlin, ia akan bergabung melalui sambungan video.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian juga tidak akan hadir, menurut sumber dari pemerintah Brasil. Iran baru saja melalui 12 hari ketegangan dengan Israel dan Amerika Serikat.
Apa yang akan dibahas?
Ketegangan di Timur Tengah, khususnya perang yang masih berlangsung antara Israel dan Gaza, diperkirakan akan membayangi jalannya KTT. Ancaman tarif baru dari Trump yang dijadwalkan pekan depan juga menambah kecemasan.
Namun, negara-negara anggota BRICS belum mengeluarkan pernyataan tegas terkait konflik Iran-Israel dan serangan militer AS berikutnya, karena kepentingan mereka yang “berbeda-beda”, menurut Oliver Stuenkel, pakar hubungan internasional dari Fundação Getulio Vargas.
Para analis menilai bahwa sulit untuk mencapai suara bulat.
“Ini bukan waktu yang tepat untuk memperkeruh hubungan,” kata Stuenkel, merujuk pada dua ekonomi terbesar dunia.
Meski begitu, Brasil berharap negara-negara peserta bisa menyuarakan sikap bersama, termasuk dalam isu-isu sensitif.
“BRICS selama ini bisa berbicara dengan satu suara soal isu-isu besar dunia, dan tidak ada alasan mengapa hal itu tidak bisa terjadi kali ini dalam konteks Timur Tengah,” kata Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira kepada AFP.
Krisis iklim juga akan menjadi isu utama bagi Brasil, yang akan menjadi tuan rumah KTT Iklim PBB (COP30) pada 2030 mendatang.
Blok ini juga akan membahas kecerdasan buatan serta reformasi tata kelola global.
“Konflik yang makin memanas di Timur Tengah memperkuat urgensi reformasi tata kelola global dan perlunya memperkuat multilateralisme,” ujar Vieira.
Topik apa yang kemungkinan akan dihindari?
Meski begitu, beberapa isu diperkirakan akan dilewati. Salah satunya adalah rencana menggantikan dolar AS sebagai mata uang dagang di antara negara-negara BRICS, yang kini dianggap mandek.
“Kami memperkirakan pertemuan yang bernada hati-hati: akan sulit menyebut Amerika Serikat secara langsung dalam deklarasi akhir,” kata Marta Fernandez, Direktur BRICS Policy Centre di Universitas Katolik Pontifical Rio, kepada AFP.
China, menurut Fernandez, juga sedang mencoba mengambil sikap “lebih hati-hati” dalam isu Timur Tengah, apalagi tengah bernegosiasi tarif dengan Washington.
Bahkan, menurut Fernandez, wacana soal “alternatif dolar” kini nyaris “tabu”, apalagi setelah Trump mengancam tarif 100 persen bagi negara yang melemahkan dominasi dolar di pasar global.
Sejak 2023, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Ethiopia, Iran, dan Indonesia telah bergabung dengan BRICS, yang dibentuk pada 2009 sebagai penyeimbang kekuatan ekonomi Barat.
Namun, seperti yang dicatat Fernandez, ekspansi ini justru “membuat semakin sulit membentuk konsensus yang solid.”