Apakah Trump ekspansionis? Menapak jejak invasi AS di Amerika
Apakah Trump ekspansionis? Menapak jejak invasi AS di Amerika
Presiden terpilih telah menargetkan Kanada, Greenland, dan Terusan Panama. Apakah ambisi Trump tulus atau dirancang untuk memancing, hal itu menambah twist baru pada eksepsionalisme Amerika—dan memunculkan pertanyaan apakah sejarah akan terulang kembali.
24 Januari 2025

Donald Trump, menjelang pelantikannya pada 20 Januari, telah melontarkan ide-ide ekspansionis yang berani dan mengingatkan pada masa lalu intervensi Amerika Serikat.

Di antara pernyataan terbarunya adalah seruan agar Kanada bergabung dengan Amerika Serikat sebagai negara bagian ke-51, tuntutan agar Panama menyerahkan kendali atas kanal vitalnya, dan usulan agar Greenland, wilayah Denmark, diserahkan demi alasan keamanan nasional AS.

“Orang-orang bahkan tidak tahu apakah Denmark memiliki hak hukum atasnya, tetapi jika mereka memilikinya, mereka seharusnya menyerahkannya,” ujar Trump dalam konferensi pers di Mar-a-Lago.

Pernyataan Trump yang berani tentang wilayah-wilayah di bawah negara-negara independen mungkin telah memicu kembali perdebatan global, tetapi sejarah intervensi AS di seluruh Amerika menunjukkan pola yang sudah dikenal.

Dari perebutan wilayah utara Meksiko pada pertengahan abad ke-19—termasuk California—hingga dekade intervensi militer di Amerika Tengah, Washington berulang kali memaksakan pengaruhnya.

Bagi banyak Demokrat, pernyataan ini mengejutkan. Namun, hal ini juga mengingatkan pada sejarah panjang dan kontroversial invasi AS di seluruh Amerika—wilayah yang direbut, pemerintahan yang digulingkan, dan rezim yang didirikan atas nama Manifest Destiny dan Doktrin Monroe.

Di luar perbatasannya, AS memainkan peran penting dalam menggulingkan rezim anti-Amerika di seluruh Amerika Selatan, membentuk lanskap politik di Argentina, Brasil, Chili, dan Bolivia, sering kali meninggalkan warisan ketidakstabilan.

AS telah melakukan intervensi militer di setidaknya enam negara di seluruh Amerika.

Meksiko

Pada tahun 1846, AS berperang melawan Meksiko, konflik yang berakhir dengan Perjanjian Guadalupe Hidalgo pada tahun 1848, memaksa Meksiko menyerahkan lebih dari separuh wilayahnya, termasuk California, Nevada, dan Arizona saat ini.

Perjanjian tersebut juga memperkuat kendali AS atas Texas, yang dianeksasi tiga tahun sebelumnya. Meskipun perang tersebut memperluas perbatasan Amerika, hal itu meninggalkan warisan pahit, bahkan di antara para pesertanya.

Ulysses S. Grant, yang kemudian menjadi presiden AS, mengecamnya sebagai “salah satu perang paling tidak adil yang pernah dilakukan oleh bangsa yang lebih kuat terhadap bangsa yang lebih lemah,” sebuah sentimen yang masih membayangi babak sejarah Amerika ini.

Kuba

Hubungan Kuba yang penuh gejolak dengan AS mencakup dua periode pendudukan setelah Perang Spanyol-Amerika tahun 1898, ketika Spanyol menyerahkan kendali atas pulau itu kepada Washington.

Pendudukan pertama (1898–1902) berakhir dengan pengakuan AS atas kemerdekaan Kuba, sebuah babak yang oleh beberapa sejarawan dianggap sebagai prototipe awal untuk “pembangunan bangsa” yang dipimpin Amerika.

Pendudukan kedua, yang dimulai pada tahun 1906, dipicu oleh ketidakstabilan politik setelah runtuhnya pemerintahan yang didukung AS. Pendudukan ini berakhir pada tahun 1909 dengan terpilihnya presiden pro-Amerika, José Miguel Gómez.

Intervensi ini, meskipun bertujuan untuk menstabilkan Kuba, menyoroti kerentanan pulau itu terhadap pengaruh AS, sebuah dinamika yang akan membentuk sejarah modernnya.

Nikaragua

Nikaragua, negara terbesar di Amerika Tengah berdasarkan populasi, menjadi pusat perhatian intervensi AS selama apa yang disebut Perang Pisang pada awal abad ke-20.

Meskipun Nikaragua telah meraih kemerdekaan pada tahun 1838, lanskap politiknya yang tidak stabil—ditandai oleh bentrokan antara Liberal dan Konservatif—menciptakan peluang bagi pengaruh Amerika.

Pada tahun 1912, menanggapi seruan dari para pemimpin Konservatif, pasukan AS menyerbu, mendirikan kehadiran militer yang berlangsung hingga tahun 1933.

Selama dua dekade, Washington memiliki kekuasaan besar atas kehidupan politik dan ekonomi Nikaragua, menyoroti perannya sebagai aktor utama dalam sejarah intervensi yang penuh gejolak di kawasan itu.

Haiti

Sejarah Haiti dengan intervensi AS mencerminkan perjuangannya yang terus-menerus dengan ketidakstabilan.

Dari tahun 1915 hingga 1934, negara pulau ini mengalami hampir dua dekade pendudukan Amerika dengan dalih menangani gejolak sosial-ekonomi.

Pada kenyataannya, intervensi tersebut melindungi kepentingan bisnis AS, termasuk Perusahaan Gula Amerika Haiti (HASCO) dan bank sentral yang dikelola New York.

Pendudukan ini meninggalkan jejak mendalam di Haiti, membentuk kembali lanskap politiknya sambil memicu kebencian terhadap kendali asing—dinamika yang terus bergema saat negara itu bergulat dengan krisis pemerintahan dan keamanan.

Republik Dominika

Demikian pula, Republik Dominika menghadapi intervensi AS setelah kudeta tahun 1916 yang menyoroti kerentanan kepentingan ekonomi Barat.

Negara ini, yang terbebani oleh utang dan perselisihan politik, menjadi panggung lain bagi kendali Amerika di Karibia.

Pendudukan AS, yang berlangsung hingga tahun 1924, bertujuan untuk menstabilkan kawasan sambil mengamankan akses ke salah satu tambang emas terbesar di Amerika Latin.

Tambang emas negara tersebut saat ini dioperasikan oleh perusahaan emas Kanada Barrick Gold (60% kepemilikan) dan perusahaan emas AS Newmont (40% kepemilikan).

Panama

Menyatakan kemerdekaan dari Kolombia pada tahun 1903 dengan dukungan AS, Panama menjadi lokasi Terusan Panama, jalur vital untuk perdagangan global yang dibangun dan dikendalikan oleh Washington hingga akhir abad ke-20.

Terusan Panama, yang sebagian besar dibangun oleh AS antara tahun 1903 dan 1914, dimiliki dan dioperasikan oleh Washington hingga tahun 1977. Hingga tahun 1999, Panama dan AS bersama-sama mengendalikan selat strategis tersebut.

Pada tahun 1989, AS, di bawah Presiden George H. W. Bush, melancarkan invasi untuk menggulingkan Manuel Noriega, seorang mantan sekutu CIA yang berubah menjadi penguasa militer yang menantang.

Noriega digulingkan oleh operasi militer AS, yang membubarkan angkatan bersenjata negara itu. Pendudukan AS berakhir pada awal 1990-an setelah seorang presiden pro-Amerika dilantik sebagai presiden negara tersebut.

Pernyataan retoris Trump tentang Kanada, Greenland, dan Terusan Panama mungkin tampak seperti teater bombastis, tetapi hal itu menyoroti kebenaran yang lebih dalam: Amerika Serikat telah lama memanfaatkan kekuatan militer dan politiknya untuk memperluas pengaruhnya di Amerika.

SUMBER: TRT WORLD

Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us