'Tidak ada tepuk tangan dalam genosida': Eurovision 2025 hadapi kecaman atas partisipasi Israel
DUNIA
3 menit membaca
'Tidak ada tepuk tangan dalam genosida': Eurovision 2025 hadapi kecaman atas partisipasi IsraelSaat kontes musik internasional menuju babak final di Swiss, acara ini menghadapi penolakan atas keikutsertaan Israel, dengan tuduhan pemutihan genosida.
Aksi protes telah terjadi pada upacara pembukaan tahun ini, yang diadakan pada tanggal 11 Mei. / Reuters
14 Mei 2025

Ditengah persiapan malam final Eurovision 2025 pada 17 Mei di Basel, Swiss, kompetisi musik terbesar yang disiarkan di dunia ini kembali menuai kritik—bukan karena penampilannya, tetapi karena kebijakan politiknya.

Kontes tahunan edisi ke-69, berlangsung di tengah kritik global yang semakin meningkat terhadap keputusan European Broadcasting Union (EBU) yang mengizinkan Israel berpartisipasi, meskipun ada laporan kejahatan perang di Gaza, pendudukan yang terus berlangsung, dan seruan untuk akuntabilitas dari komunitas internasional.

Inti dari kontroversi ini adalah sikap ‘netralitas’ selektif EBU. Pada tahun 2022, Rusia dengan cepat dikeluarkan dari kompetisi setelah melancarkan kampanye militernya di Ukraina. Namun, meskipun Israel terus melakukan serangan di Gaza yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan bahkan dipicu dengan tuduhan genosida dari Afrika Selatan di Pengadilan Internasional, EBU bersikeras bahwa Eurovision adalah “bukan acara politik.”

Namun, bagi banyak artis dan penonton, sikap tersebut semakin sulit diterima.

‘Tidak Ada Tepuk Tangan untuk Genosida’

Protes telah mewarnai upacara pembukaan tahun ini, yang diadakan pada 11 Mei. Ketika kontestan Israel, Yuval Raphael, berjalan di karpet turquoise di Basel, para demonstran membawa spanduk bertuliskan “Tidak Ada Tepuk Tangan untuk Genosida” dan “Bernyanyi Sementara Gaza Terbakar.”

Sorakan ejekan terdengar di tengah kemeriahan biasa.

Seorang komentator Eurovision, Dean Vuletic, mengatakan bahwa telah terjadi protes damai pro-Palestina, termasuk selama upacara pembukaan. “Namun, protes tersebut berlangsung damai dan acara juga tetap berjalan sesuai rencana, sehingga situasi di Basel jelas tidak seintens tahun lalu di Malmo,” ujarnya kepada TRT World.

Eurovision tahun ini juga mencatat sejarah baru: lebih dari 70 mantan kontestan—termasuk pemenang sebelumnya Charlie McGettigan dan Salvador Sobral, serta bintang pop Prancis La Zarra, dan artis Yahudi Inggris Mae Muller—menandatangani surat terbuka yang menuntut diskualifikasi Israel.

“KAN terlibat dalam genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza dan rezim apartheid serta pendudukan militer selama puluhan tahun terhadap seluruh rakyat Palestina,” bunyi surat tersebut.

Sambil menyebut edisi 2024 sebagai “yang paling dipolitisasi, kacau, dan tidak menyenangkan dalam sejarah kompetisi,” mereka menuduh EBU terlibat dalam “genosida Israel.”

Mereka juga mengklaim bahwa organisasi tersebut “menormalkan dan mencuci bersih” kejahatan perang Israel.

“Kami percaya pada kekuatan musik yang menyatukan, itulah sebabnya kami menolak membiarkannya digunakan sebagai alat untuk mencuci bersih genosida,” tulis surat itu.

“Tahun lalu, kami terkejut bahwa EBU mengizinkan Israel berpartisipasi sementara mereka melanjutkan genosida di Gaza, yang disiarkan langsung untuk dilihat dunia. Hasilnya sangat buruk… Diam bukanlah pilihan.”

Surat tersebut membandingkan inklusi Israel dengan pengdiskualifilasian Rusia pada tahun 2022, menyoroti apa yang mereka anggap sebagai standar ganda: “EBU telah menunjukkan bahwa mereka mampu mengambil tindakan... Kami tidak menerima standar ganda ini terhadap Israel.”

Meskipun surat tersebut kemungkinan tidak akan memengaruhi acara tahun ini, dengan Israel masih dijadwalkan untuk tampil, pesannya telah bergema di seluruh Eropa.

Zionisme di Balik Balkon

Kontestan Israel, Raphael, akan tampil di semifinal kedua pada 15 Mei dan dianggap sebagai kandidat potensial untuk maju ke final. Namun, bahkan kehadirannya dan rencana panggungnya didasarkan pada Zionisme.

Setelah berminggu-minggu dirahasiakan, Israel mengungkapkan detail panggungnya: dia akan tampil sendirian, mengenakan pakaian hitam, di samping lampu gantung yang bisa dipanjat dan balkon—yang terakhir digambarkan oleh penyiar Israel KAN sebagai referensi simbolis kepada bapak pendiri Zionisme, Theodor Herzl, yang terkenal berdiri di balkon di Basel selama Kongres Zionis Kelima pada tahun 1901.

Ketika seruan untuk boikot semakin intensif dan protes meletus di seluruh Swiss dan sekitarnya, pertanyaannya tetap: Bisakah sebuah kontes musik yang dibangun di atas persatuan, perdamaian, dan inklusi mengabaikan realitas yang terjadi di panggung dunia?

Atau seperti yang tertulis di salah satu spanduk pengunjuk rasa di Basel: “Kamu tidak bisa bernyanyi sementara Gaza terbakar.”

TerkaitTRT Global - Calls to exclude Israel from Eurovision 2025 are growing
SUMBER:TRT World & Agencies
Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us