PERANG GAZA
2 menit membaca
Meski terancam dibunuh, Mahmoud Khalil bersumpah akan terus bersuara membela Palestina
Lulusan Universitas Columbia ini menjadi simbol perlawanan mahasiswa terhadap perang genosida Israel di Gaza, sekutu dekat AS.
Meski terancam dibunuh, Mahmoud Khalil bersumpah akan terus bersuara membela Palestina
Pemimpin protes pro-Palestina tetap menentang meskipun ada ancaman deportasi AS / AP
24 Juni 2025

Mahmoud Khalil, salah satu pemimpin paling menonjol dalam gelombang protes pro-Palestina di kampus-kampus Amerika Serikat, berjanji akan terus memperjuangkan keadilan setelah dibebaskan dari pusat penahanan federal.

“Bahkan jika mereka membunuhku, aku akan tetap bersuara untuk Palestina,” ujar Khalil disambut sorakan para pendukungnya di Bandara Newark, tak jauh dari New York City, pada Sabtu.

Khalil, penduduk tetap yang sah di Amerika Serikat dan menikah dengan warga negara AS serta ayah dari anak kelahiran AS, telah ditahan sejak Maret dan menghadapi kemungkinan deportasi.

Ia dibebaskan dari pusat penahanan imigrasi federal di Louisiana pada Jumat, hanya beberapa jam setelah hakim memutuskan ia boleh bebas dengan jaminan.

Lulusan Universitas Columbia ini dikenal sebagai tokoh sentral dalam protes mahasiswa menentang perang Israel di Gaza. Pemerintahan Trump sempat melabelinya sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

“Fakta bahwa saya bisa berdiri di sini saja sudah menjadi pesan bahwa semua upaya untuk membungkam suara pro-Palestina telah gagal,” ujar Khalil, yang masih menghadapi proses hukum terkait kemungkinan pengusirannya dari Amerika Serikat.

Ia tampil bersama sang istri, Noor Abdalla, yang melahirkan anak pertama mereka saat Khalil masih dalam tahanan, serta anggota Kongres dari Partai Demokrat, Alexandria Ocasio-Cortez.

“Mahmoud Khalil telah dipenjara selama 104 hari oleh pemerintahan ini, oleh pemerintahan Trump, tanpa dasar hukum dan karena alasan politis—karena ia adalah pembela hak asasi manusia Palestina,” kata Ocasio-Cortez.

“Ini belum selesai. Kita harus terus mengawal kasus ini,” tambahnya.

Khalil, yang lahir di Suriah dari orang tua keturunan Palestina, dilarang meninggalkan Amerika Serikat kecuali untuk ‘deportasi sukarela’ sesuai syarat pembebasannya.

Ia juga menghadapi pembatasan terkait pergerakannya di dalam negeri.

Pemerintahan Presiden Donald Trump membenarkan upaya deportasi Khalil dengan alasan bahwa keberadaannya di AS dapat menimbulkan “dampak serius terhadap kebijakan luar negeri”.

Di luar perkara hukumnya, tim Khalil juga khawatir atas keselamatannya selama berada dalam tahanan.

“Kami sangat memperhatikan soal keamanannya, dan ironisnya justru dia yang menjadi korban persekusi,” ujar Baher Azmy, salah satu pengacaranya, kepada AFP.

“Tapi ia tetap berkomitmen pada perdamaian, dan karena ia menentang kebijakan pemerintah AS, nyawanya justru terancam,” tambah Azmy, tanpa merinci langkah-langkah keamanan bagi Khalil dan keluarganya.

SUMBER:AFP
Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us