Seharga emas: Mengapa harga kopi terus melonjak?
BISNIS DAN TEKNOLOGI
5 menit membaca
Seharga emas: Mengapa harga kopi terus melonjak?Harga kopi dunia tengah naik tajam. Kenaikan ini dipicu oleh pernyataan Donald Trump yang mengancam akan menaikkan tarif impor barang dari Brasil. Berapa harga secangkir kopi yang menyegarkan setelah ini?
Seharga emas: Mengapa harga kopi semakin mahal? / TRT Russian
17 Juli 2025

Harga mulai meroket

“Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif 50% terhadap seluruh barang dari Brasil yang dikirim ke Amerika Serikat,” ujar Donald Trump di platform Truth Social. Ia menuduh Brasil menjalankan “hubungan dagang yang sangat tidak adil” dengan AS.

Pernyataan Presiden AS itu langsung mengguncang pasar kopi global dan membuat para investor gelisah. Harga kopi Arabika di Bursa Saham New York melonjak lebih dari 3,5% hanya dalam hitungan jam.

Reaksi cepat pasar ini tak mengherankan. Brasil adalah produsen dan pengekspor kopi terbesar di dunia. Pada 2024, negara itu mencatat rekor pengiriman sebanyak 50,443 juta kantong ke 116 negara — naik 28,5% dibanding tahun sebelumnya.

Brasil meraup pendapatan sebesar 11,37 miliar dolar AS dari ekspor kopi tersebut, meningkat signifikan dari 7,35 miliar dolar AS pada 2023.

Amerika Serikat merupakan pembeli terbesar dan paling konsisten produk kopi Brasil, terutama jenis kopi hijau atau biji kopi mentah. Tahun lalu, AS mengimpor 8,14 juta kantong kopi mentah — sepertiga dari total konsumsi kopi di negara tersebut, di mana sekitar 200 juta orang meminum kopi setiap harinya.

Selain Brasil, pemasok utama kopi ke AS adalah Kolombia (22%), diikuti Guatemala, Honduras, Peru, dan Vietnam dengan kontribusi masing-masing 5–10%.

Karena produksi kopi dalam negeri sangat terbatas — hanya ada di Hawaii dan sebagian kecil wilayah California — AS sangat bergantung pada pasokan luar negeri.

“AS adalah pembeli utama kopi Brasil, jadi tarif ini akan berdampak besar,” kata Giuseppe Lavazza, pimpinan Lavazza Group.

Pecinta kopi yang akan menanggung beban

Kenaikan tarif hingga 50% pertama-tama akan menghantam perusahaan-perusahaan AS yang memanggang biji kopi. “Tarif ini akan menaikkan biaya produksi sebesar 2,5 hingga 3 dolar per kilogram. Biaya tambahan itu pasti akan dibebankan ke harga jual akhir, yang akan sangat terasa di pasar, mengingat tingginya porsi Brasil dalam impor AS,” ujar Anastasia Prikladova, dosen di Universitas Ekonomi Plekhanov, kepada TRT dalam Bahasa Rusia.

Para ekonom juga memperingatkan, tarif ini bisa membuat pasokan kopi dari Brasil ke AS terhenti total. Para eksportir tak akan mampu menanggung biaya, sementara pembeli tak sanggup membayar harga yang melonjak.

Selama ini, kopi dari Brasil dikenal murah dan mudah diakses bagi konsumen AS. Kini, mereka harus mencari alternatif dari Kolombia, Honduras, Peru, dan Vietnam — dengan harga lebih tinggi dan volume yang lebih sedikit.

Sementara itu, Brasil memiliki peluang lebih besar untuk mencari pasar baru. Saat ini, AS dan Jerman masing-masing menyumbang 16% ekspor kopi Brasil. Italia dan Belgia sekitar 10%, dan sisanya tersebar di negara-negara lain dengan porsi tak lebih dari 5%.

“Brasil bisa lebih mudah mendiversifikasi ekspornya — misalnya ke Jepang, Uni Eropa, Turkiye, Rusia, dan lainnya,” jelas Prikladova.

Contohnya, menurut data Bea Cukai Brasil, Rusia mengimpor 62 ribu ton kopi dari negara tersebut sepanjang 2024 — naik 1,5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Nilai pembelian mencapai 266,2 juta dolar AS, dua kali lebih besar dari 2023.

Menurut para ahli, importir biji kopi mentah dan produsen kopi siap saji bisa saja diuntungkan oleh kondisi ini. Namun pecinta kopi jelas akan merogoh kocek lebih dalam. Biaya yang membengkak akan dialihkan ke konsumen. Kenaikan harga ini juga diprediksi terjadi bukan hanya di AS, tetapi di berbagai negara lain, ujar Lavazza. Dan bukan semata karena pernyataan Trump saja.

Dari kekeringan hingga spekulan

Faktanya, pecinta kopi sudah cukup terbiasa dengan lonjakan harga. Dalam beberapa tahun terakhir, harga kopi berjangka memang terus tinggi. Tahun lalu, harga Arabika naik 70% menjadi 4,2 dolar AS per pon, atau sekitar 9.330 dolar per ton. Sementara Robusta — jenis yang banyak digunakan dalam kopi instan — juga naik menjadi 5.700 dolar per ton.

Kenaikan harga ini terus berlanjut pada 2025. Pada Februari, harga Arabika sempat mencetak rekor baru di angka 4,40 dolar AS per pon.

Salah satu pemicunya adalah kondisi cuaca ekstrem di negara-negara pemasok utama seperti Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Banjir, badai, dan kekeringan telah menghancurkan lebih dari 40% panen Arabika di tahun 2023–2024, menurut International Coffee Organization.

Kekeringan parah di Brasil berdampak paling besar terhadap harga global. Produksi Arabika di sana turun 15%, sementara Robusta turun 10%.

Kekurangan air juga menjadi masalah. Hanya 30% dari perkebunan kopi di Brasil yang memiliki sistem irigasi cadangan. Mayoritas petani kopi di negara tersebut masih bergantung pada hujan — dan perubahan iklim membuat curah hujan makin tidak menentu.

Sementara itu, stok kopi mulai menipis karena banyak produsen menguras persediaan untuk memenuhi permintaan saat ini. Di sisi lain, permintaan kopi global kini melebihi pasokan. Tak heran, mengingat kopi adalah komoditas paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi — yang tentu saja menambah tekanan harga.

Masalah logistik turut memperparah situasi. Jumlah kapal pengangkut barang menurun, dan perusahaan asuransi enggan menjamin pengiriman karena kondisi geopolitik tak menentu. Akibatnya, bahkan negara yang berhasil memanen pun kesulitan mengirim produk mereka ke pasar dunia.

Harga bahan bakar yang meningkat 20–25% juga mendorong naiknya biaya pengiriman.

Dan tentu saja, para spekulan tak ketinggalan mengambil untung dari situasi ini. Mereka ikut menaikkan harga kontrak berjangka, terutama setelah pernyataan Donald Trump mengguncang pasar.

Para pakar memperingatkan bahwa semua faktor ini pada akhirnya akan berdampak pada kopi siap konsumsi — baik yang dipanggang, digiling, maupun disajikan di kedai. Dalam enam bulan ke depan, harga kopi diprediksi tidak akan turun. Sebaliknya, mereka memperkirakan kenaikan bisa mencapai 30–40% sepanjang tahun ini.

SUMBER:TRT Russian
Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us