Sedikitnya 12 orang tewas dan lebih dari 30 lainnya terluka dalam sehari bentrokan sengit antara Thailand dan Kamboja, ketika kedua negara saling melancarkan serangan udara dan tembakan artileri di wilayah perbatasan yang masih dipersengketakan.
Kekerasan yang terjadi pada Kamis tersebut menjadi yang paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir, memicu kekhawatiran dari kawasan dan komunitas internasional, meski kedua pemerintah telah mengisyaratkan kesiapan untuk berdialog.
Penyebab memanasnya konflik pada Kamis masih diperdebatkan, dengan masing-masing pihak saling menuduh sebagai pihak pertama yang melepaskan tembakan. Namun, pejabat dari kedua negara kemudian menyatakan bahwa situasi di perbatasan telah “mereda” pada malam harinya.
Upaya mediasi pun telah dimulai.
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang saat ini menjabat sebagai ketua Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), telah berbicara dengan kedua pemimpin dan menyerukan “gencatan senjata segera.”
Ia menyambut baik apa yang disebutnya sebagai “sinyal positif” dari Bangkok dan Phnom Penh, serta menawarkan bantuan Malaysia dalam memfasilitasi pembicaraan.
Kementerian Kesehatan Thailand mengonfirmasi bahwa korban tewas termasuk seorang anak dan satu prajurit.
Dari 31 orang yang terluka, tujuh di antaranya adalah anggota militer.
Kamboja belum melaporkan korban secara resmi, namun pejabat Thailand menuduh roket Kamboja menghantam sejumlah wilayah sipil. Di sisi lain, media Kamboja menuduh jet tempur F-16 milik Thailand merusak kompleks Candi Preah Vihear yang telah masuk daftar UNESCO World Heritage.
Di tengah eskalasi konflik, kedua negara menutup sekolah dan melaporkan pengungsian warga sipil di sisi masing-masing perbatasan.
Pejabat militer Kamboja mengklaim masih menguasai sejumlah titik penting di perbatasan, termasuk kompleks Candi Ta Moan Thom dan Ta Krabey, serta wilayah Mom Tei.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengecam apa yang ia sebut sebagai “agresi militer yang direncanakan” oleh Thailand, dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk turun tangan.
“Kami tidak punya pilihan selain merespons dengan kekuatan militer,” ujarnya, meski tetap menegaskan komitmen Kamboja terhadap penyelesaian damai.
Perdana Menteri sementara Thailand, Phumtham Wechayachai, mengatakan negaranya tidak menyatakan perang dan menekankan pentingnya menghentikan pertempuran sebelum memulai negosiasi. “Yang terjadi hanyalah bentrokan bersenjata,” ujarnya kepada wartawan, sembari menyerukan ketenangan dan dialog.