Warga Korea Selatan telah memilih kandidat dari Partai Demokrat (DP), Lee Jae-myung, sebagai presiden baru negaranya untuk masa jabatan lima tahun kedepan. Pemilihan ini merupakan hasil dari pemungutan suara penting yang dipicu oleh upaya pendahulunya, Yoon Suk-yeol, yang gagal memberlakukan darurat militer pada Desember lalu.
Lee, 61 tahun, memperoleh lebih dari 49 persen suara pada hari Selasa untuk menjadi presiden ke-14 Korea Selatan, menurut Yonhap News yang mengutip otoritas pemilu. Sebelumnya, ia menghadapi banyak tantangan hukum dan politik dalam perjalanannya menuju kursi kepresidenan.
Partisipasi pemilih sementara, termasuk suara awal dan luar negeri, mencapai 79,4 persen, yang merupakan angka tertinggi dalam 28 tahun terakhir, menurut Korea JoongAng Daily. Pemilu presiden terakhir pada tahun 2022 mencatat partisipasi sebesar 77,1 persen.
Setelah penghitungan suara selesai, hasil suara untuk Lee tercatat sebesar 49,42 persen.
Ia mengalahkan Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa.
Otoritas pemilu Korea Selatan secara resmi mengumumkan Lee sebagai presiden baru negara itu tak lama setelah Kim mengakui kekalahannya.
Namun, Lee masih menghadapi berbagai hambatan hukum yang membayangi masa depan politiknya, termasuk tuduhan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan memberikan pernyataan palsu. Presiden terpilih ini juga menghadapi pengadilan ulang atas tuduhan memberikan pernyataan palsu selama kampanye presiden tahun 2022.
Sebagai seorang pengacara hak asasi manusia yang kemudian terjun ke dunia politik, Lee dibebaskan dari kasus tersebut pada bulan Maret lalu oleh pengadilan banding, yang membuka jalan baginya untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Namun, Mahkamah Agung Korea beberapa minggu sebelum pemilu membatalkan pembebasan tersebut dan mengembalikan kasus itu ke Pengadilan Tinggi untuk pengadilan ulang.
Pekerja Pabrik dan Pembela Hak Asasi Manusia
Lahir pada tahun 1963 di sebuah desa pegunungan di Andong, Provinsi Gyeongsang Utara, mantan pemimpin DP ini bekerja di sebuah pabrik di Seongnam setelah lulus sekolah dasar untuk membantu keluarganya.
Pada usia 13 tahun, Lee mengalami cedera permanen pada lengannya setelah mesin press menghancurkan pergelangan tangannya di pabrik tempat ia bekerja.
Sebagai anak kelima dari lima bersaudara laki-laki dan dua perempuan, Lee lulus ujian untuk sekolah menengah atas dan universitas masing-masing pada tahun 1978 dan 1980.
Orang tuanya dan salah satu saudara perempuannya pernah bekerja membersihkan toilet umum untuk mencari nafkah.
Ia belajar hukum di Universitas Chung-Ang dengan beasiswa penuh dan lulus ujian pengacara pada tahun 1986.
Lee menikahi istrinya, Kim Hye-kyung, pada tahun 1992 dan memiliki dua anak.
Ia bekerja sebagai pengacara hak asasi manusia selama hampir dua dekade sebelum terjun ke dunia politik pada tahun 2005.

Perjalanan Politik dan Bertahan Hidup
Lee bergabung dengan Partai Uri yang berhaluan sosial-liberal, pendahulu DP, dan partai yang berkuasa saat itu.
Ia menjabat sebagai wali kota Seongnam, Provinsi Gyeonggi, antara tahun 2010 dan 2018, serta gubernur provinsi dari tahun 2018 hingga 2021.
Kemudian, ia terpilih sebagai anggota Majelis Nasional dari kota Incheon pada Juni 2022.
Lee pertama kali mencoba mencalonkan diri sebagai kandidat presiden dari DP pada tahun 2017, tetapi kalah dalam pemilihan pendahuluan dari mantan Presiden Moon Jae-in.
Ia berhasil mengamankan pencalonan partai untuk pemilu presiden 2022, tetapi kalah dari Yoon dengan selisih tipis 0,73 persen.
Pada Januari 2024, Lee selamat dari upaya pembunuhan ketika ia ditikam di leher saat menghadiri acara publik.
Menurut pihak berwenang, upaya pembunuhan tersebut bertujuan untuk menghentikannya menjadi presiden.
Dalam memoar terbarunya, Lee menggambarkan masa kecilnya sebagai "menyedihkan," karena latar belakangnya yang miskin sering menjadi bahan ejekan dari kalangan kelas atas Korea Selatan.
Namun, karier politiknya yang penuh liku, ditambah dengan gaya politiknya yang tegas, telah membuatnya mendapatkan dukungan dari pemilih kelas menengah dan pekerja.
Lee adalah presiden pertama dari DP yang memiliki parlemen yang bersahabat, yang memiliki kekuasaan untuk memveto kebijakan utama eksekutif.
Selama kepemimpinannya di DP, partai tersebut memenangkan mayoritas di parlemen yang beranggotakan 300 kursi tahun lalu.