Partai oposisi terbesar di Thailand bersiap menggelar pertemuan penting untuk menentukan siapa yang akan mereka dukung sebagai perdana menteri berikutnya, setelah petahana digulingkan melalui putusan pengadilan.
Mahkamah Konstitusi Thailand memberhentikan Paetongtarn Shinawatra pada Jumat lalu setelah menyatakan ia melanggar standar etika dalam sengketa perbatasan dengan Kamboja.
Putusan tersebut membuat Thailand kini hanya dipimpin oleh seorang perdana menteri sementara dan kabinet caretaker, sementara faksi minoritas berlomba-lomba mencari dukungan untuk membentuk pemerintahan baru secepatnya pada Rabu mendatang.
Partai Pheu Thai pimpinan Paetongtarn dan Partai Bhumjaithai yang konservatif — yang meninggalkan koalisi akibat sengketa perbatasan itu — kini sama-sama mengincar 143 kursi penting milik Partai Rakyat.
Namun, Partai Rakyat menegaskan dukungan mereka bergantung pada syarat pembubaran parlemen untuk pemilu baru dalam waktu empat bulan, yang berpotensi memicu gejolak politik lebih lanjut.
Berdasarkan konstitusi Thailand, hanya kandidat perdana menteri yang diajukan dalam pemilu terakhir tahun 2023 yang berhak maju.
Pheu Thai kini hanya memiliki satu kandidat tersisa dalam daftar nominasinya, yakni mantan jaksa negara Chaikasem Nitisiri. Sementara itu, Bhumjaithai mengajukan ketua partainya, Anutin Charnvirakul.
“Kami tidak akan memilih perdana menteri terbaik untuk melayani rakyat,” kata Ketua Partai Rakyat, Natthaphong Ruengpanyawut, menjelang rapat partainya pada Senin siang.
“Kami memilih perdana menteri yang akan membubarkan parlemen,” lanjutnya, sembari menegaskan bahwa anggotanya tidak akan duduk di kabinet baru meski memberikan dukungan.
Natthaphong menambahkan, musyawarah partainya mungkin memakan waktu lebih dari sehari. “Ada beragam pandangan di dalam partai kami,” ujarnya.
Partai Rakyat merupakan penerus Partai Move Forward yang memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu 2023 setelah berkampanye mengurangi pengaruh militer serta mereformasi undang-undang lese majeste yang ketat di Thailand.
Upaya untuk melonggarkan hukum penghinaan kerajaan itu membuat Partai Move Forward dibubarkan lewat putusan pengadilan, namun jika pemilu baru digelar, Partai Rakyat bisa kembali mengangkat isu kampanye tersebut.