DUNIA
3 menit membaca
Restrukturisasi besar TNI picu kekhawatiran militerisasi dan efisiensi anggaran
Langkah Presiden Prabowo perluas satuan militer menuai kritik soal efektivitas anggaran dan kekhawatiran makin kuatnya peran militer di ruang sipil.
Restrukturisasi besar TNI picu kekhawatiran militerisasi dan efisiensi anggaran
Restrukturisasi besar TNI picu kekhawatiran militerisasi dan efisiensi anggaran. Foto: X (@prabowo) / Others
11 Agustus 2025

Restrukturisasi besar-besaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) memicu kekhawatiran sejumlah pengamat terkait penggunaan anggaran pertahanan yang dinilai tidak efisien, serta indikasi semakin meluasnya peran militer di ruang sipil.

Pada Minggu (10/8), Presiden Prabowo Subianto memimpin upacara di Batujajar, Jawa Barat, untuk meresmikan puluhan satuan baru TNI. Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Ketua DPR Puan Maharani, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan jajaran petinggi TNI.

Dalam kesempatan itu, Prabowo membentuk enam komando daerah militer (Kodam) baru di Angkatan Darat, 14 komando daerah Angkatan Laut (Kodaeral), dan tiga komando daerah Angkatan Udara (Kodau). Ia juga menambah satu komando operasi udara, enam grup pasukan khusus Kopassus, 20 brigade pembinaan teritorial, 100 batalyon teritorial, lima batalyon infanteri Korps Marinir, dan lima batalyon komando Korps Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU, di antara penambahan lainnya.

“Bangsa besar seperti kita perlu memiliki militer yang kuat. Tidak ada negara yang bisa merdeka tanpa militer yang kuat,” kata Prabowo dalam pidatonya, menegaskan bahwa Indonesia “harus memperkuat pertahanan untuk melindungi kedaulatan dan sumber daya” (10/8).

Upacara tersebut juga menandai perubahan besar struktur organisasi TNI dengan penunjukan Jenderal Tandyo Budi Revita sebagai wakil panglima TNI, posisi yang terakhir diisi lebih dari dua dekade lalu sebelum dihapus pada 2000 dan dihidupkan kembali oleh Presiden Joko Widodo pada 2019.

Prabowo juga menaikkan pangkat komandan pasukan elite di ketiga matra—Kopassus, Korps Marinir, dan Kopasgat—dari bintang dua menjadi bintang tiga.

Sorotan pada efisiensi dan anggaran

Restrukturisasi besar ini menuai beragam tanggapan dari pengamat militer. Sebagian menilai langkah ini penting untuk memodernisasi TNI, sementara yang lain mempertanyakan efektivitasnya.

Analis militer Rizal Darma Putra dari Indonesia Institute for Defense and Strategic Studies (Lesperssi) menilai, perluasan tersebut akan meningkatkan biaya operasional dan tidak sejalan dengan upaya penghematan pemerintah.

“Ini bukan investasi, melainkan sekadar perluasan organisasi yang akan memakan biaya besar tanpa menjamin peningkatan efektivitas militer,” kata Rizal kepada The Jakarta Post, seraya menambahkan bahwa pemerintah sebaiknya berinvestasi pada kemampuan tempur berteknologi tinggi dan persenjataan modern.

Rizal juga melihat langkah ini lebih sebagai “kebijakan pragmatis untuk menyerap surplus perwira TNI” ketimbang strategi modernisasi yang terencana matang.

Kekhawatiran militerisasi ruang sipil

Direktur Imparsial Al Araf menilai, penambahan enam Kodam baru menandakan arah pertahanan yang kembali berfokus ke dalam negeri, menghidupkan kembali struktur yang berakar pada doktrin dwifungsi Orde Baru.

“Penambahan ini memperkuat struktur yang pada masa Orde Baru memberi militer pengaruh besar atas urusan sipil, padahal reformasi justru berupaya menguranginya,” kata Al Araf kepada The Jakarta Post.

Para aktivis HAM juga mengaitkan perluasan peran militer ini dengan perubahan kontroversial Undang-Undang TNI pada Maret lalu, yang dinilai membuka peluang lebih besar bagi TNI masuk ke sektor sipil.

Rizal dari Lesperssi khawatir pembentukan Kodam baru akan memfokuskan TNI pada fungsi intelijen yang mengawasi pemerintahan daerah secara halus.

Juru bicara TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, sebelumnya membela restrukturisasi ini dengan mengatakan bahwa anggaran untuk perluasan sudah “dihitung secara cermat” dan tidak semua satuan baru membutuhkan rekrutmen personel, seperti dikutip dari Antara.

Sementara itu, analis militer Khairul Fahmi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menyambut baik restrukturisasi ini. Menurutnya, kenaikan pangkat komandan pasukan elite akan meningkatkan koordinasi lintas matra.

“Kenaikan pangkat ini akan memungkinkan koordinasi antar matra yang lebih efektif,” kata Khairul (10/8).

SUMBER:TRT Indonesia & Agensi
Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us