BISNIS DAN TEKNOLOGI
3 menit membaca
The Fed kemungkinan tunda pemangkasan suku bunga akibat ketidakpastian tarif Trump
The Fed telah mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25% hingga 4,50% sejak Desember, sembari melanjutkan upaya menurunkan inflasi ke target jangka panjang sebesar dua persen.
The Fed kemungkinan tunda pemangkasan suku bunga akibat ketidakpastian tarif Trump
Ekonom di beberapa bank besar termasuk Goldman Sachs dan Barclays kemudian menunda ekspektasi mereka untuk penurunan suku bunga dari Juni ke Juli. / Reuters
5 Mei 2025

Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), diperkirakan akan mempertahankan jeda dalam pemangkasan suku bunga pada pekan ini. Langkah ini diambil sambil menunggu kejelasan dampak kebijakan tarif Presiden Donald Trump terhadap perekonomian terbesar dunia.

Trump telah memberlakukan tarif tinggi terhadap produk-produk asal China, serta tarif dasar sebesar 10 persen untuk sebagian besar negara lain. Selain itu, diberlakukan juga tarif 25 persen untuk komoditas tertentu seperti baja, mobil, dan aluminium.

Presiden AS juga menunda pemberlakuan tarif tambahan terhadap puluhan mitra dagang lainnya hingga Juli, guna memberikan waktu untuk menegosiasikan ulang perjanjian perdagangan yang ada.

Sebagian besar ekonom memprediksi bahwa tarif-tarif baru tersebut akan memicu kenaikan harga dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, setidaknya dalam jangka pendek. Hal ini berpotensi membuat The Fed bersikap lebih hati-hati dan menunda pemangkasan suku bunga.

"The Fed harus sangat fokus menjaga inflasi agar tidak kembali meningkat secara persisten," ujar Loretta Mester, yang baru-baru ini mundur setelah satu dekade menjabat sebagai Presiden Federal Reserve Cleveland.

"Itu bisa menghapus seluruh upaya tiga tahun terakhir untuk menurunkan inflasi," tambahnya.

‘Posisi yang baik’

Sejak Desember lalu, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25% hingga 4,50% sebagai bagian dari strategi menekan inflasi menuju target jangka panjang sebesar dua persen, tanpa mengabaikan stabilitas tingkat pengangguran.

Data terbaru menunjukkan inflasi telah mencapai target sebelum penerapan kebijakan tarif "Hari Pembebasan" ala Trump, sementara tingkat pengangguran tetap stabil dan mendekati rekor terendah.

Namun demikian, data "lunak" seperti survei kepercayaan konsumen menunjukkan penurunan tajam dalam optimisme terhadap kondisi ekonomi AS, sekaligus meningkatnya kekhawatiran atas laju inflasi.

"Apakah ekonomi akan masuk ke jurang resesi atau tidak, masih sulit untuk dipastikan," kata Mester yang kini menjadi dosen tambahan di Wharton School, University of Pennsylvania.

"Saya kira komite berada dalam posisi yang baik saat ini, dan kemungkinan besar akan menahan diri pada pertemuan kali ini," ujar Jim Bullard, mantan Presiden The Fed St. Louis.

"Ini adalah posisi yang tepat di tengah ketidakpastian akibat perang dagang," tambah Bullard, yang kini menjabat Dekan Daniels School of Business di Purdue University.

Berdasarkan data CME Group, pasar keuangan memperkirakan The Fed akan kembali menunda pemangkasan suku bunga dalam keputusan yang akan diumumkan pada Rabu.

Menunda pemotongan suku bunga

Data ketenagakerjaan AS untuk April yang dirilis pekan lalu menunjukkan hasil di atas ekspektasi, meredakan kekhawatiran terhadap kondisi pasar tenaga kerja dan mengurangi tekanan bagi The Fed untuk segera memangkas suku bunga.

Sejumlah ekonom dari bank-bank besar seperti Goldman Sachs dan Barclays pun menggeser prediksi waktu pemangkasan suku bunga dari Juni ke Juli.

"Pemangkasan pada akhir Juli memberi waktu bagi komite untuk mengevaluasi lebih banyak data pasar tenaga kerja, serta menunggu kejelasan terkait kebijakan tarif dan fiskal," tulis analis Barclays dalam catatan kepada klien yang dirilis Jumat lalu.

Namun, sebagian analis lain memperkirakan pemangkasan suku bunga baru akan dilakukan lebih lambat, tergantung pada bagaimana tarif memengaruhi perekonomian.

Kenaikan ekspektasi inflasi jangka panjang dalam survei terbaru menunjukkan kekhawatiran bahwa tekanan harga akibat tarif dapat mengakar dalam perekonomian, meskipun indikator pasar tetap berada dekat target dua persen.

"Saya termasuk yang berpandangan bahwa kita perlu bukti kuat bahwa tarif tidak bersifat inflasioner," ujar Mester. Ia menambahkan bahwa menganggap ekspektasi inflasi tetap stabil dalam situasi seperti ini bisa menjadi langkah yang "tidak bijak".

Sebaliknya, Bullard dari Purdue menyuarakan pandangan berbeda dengan menekankan pada kestabilan indikator berbasis pasar.

"Saya tidak terlalu percaya pada ukuran ekspektasi inflasi berbasis survei. Sering kali angkanya dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk politik," katanya.

"Ini momen di mana kita mungkin perlu mengabaikan indikator berbasis survei yang menyarankan tingkat inflasi ekstrem, yang sebenarnya tidak realistis dalam waktu dekat," tandas Bullard.

SUMBER:AFP
Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us