Setidaknya delapan orang tewas akibat banjir bandang di China utara, menurut laporan media pemerintah pada Minggu (17/8). Empat orang lainnya masih dinyatakan hilang, sementara musim monsun Asia Timur terus menimbulkan kekacauan di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini.
Tebing sungai yang melintasi padang rumput Mongolia Dalam jebol sekitar pukul 14.00 GMT pada Sabtu, menghanyutkan 13 pengunjung tenda di pinggiran kota Bayannur, pusat pertanian utama. Satu orang berhasil diselamatkan.
China telah menghadapi beberapa minggu cuaca ekstrem sejak Juli, diguyur hujan lebat yang lebih tinggi dari biasanya, dengan monsun yang terhenti di wilayah utara dan selatan.
Para ahli cuaca menyebut pola yang berubah-ubah ini terkait dengan krisis iklim, yang membuat pejabat kesulitan mengatasi banjir bandang yang memaksa ribuan orang mengungsi dan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi miliaran dolar.
Bayannur menjadi salah satu basis produksi pangan dan minyak penting nasional, sekaligus pusat pemeliharaan dan pengolahan domba.

Pengiriman kapal kembali beroperasi setelah lama dihentikan
Di sisi lain China, penghentian pengiriman selama tiga setengah bulan di provinsi selatan Hainan berakhir pada Sabtu, setelah pejabat pertanian memerintahkan kapal untuk berlindung di pelabuhan karena hujan lebat yang terus-menerus.
Banjir di Mongolia Dalam ini terjadi beberapa minggu setelah hujan lebat mematikan di Beijing — kurang dari 1.000 km jauhnya — yang menewaskan setidaknya 44 orang dan memaksa evakuasi lebih dari 70.000 warga.
Pemerintah pusat pekan lalu mengumumkan pendanaan baru sebesar 430 juta yuan (59,9 juta dolar AS) untuk bantuan bencana, sehingga total dana yang dialokasikan sejak April mencapai sedikitnya 5,8 miliar yuan.