Trump dikecam usai serang museum AS karena bahas perbudakan, tapi dukung Holocaust Museum
POLITIK
4 menit membaca
Trump dikecam usai serang museum AS karena bahas perbudakan, tapi dukung Holocaust MuseumPara aktivis hak sipil menilai Presiden AS sedang merusak kemajuan sosial di negaranya, di mana perdagangan budak transatlantik kerap disebut sebagai “dosa asal” Amerika.
Museum Warisan Alabama menampilkan patung-patung karya Kwame Akoto-Bamfo untuk mengenang mereka yang tewas selama Perjalanan Pertengahan. [Inisiatif Keadilan yang Setara] / Other
8 jam yang lalu

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuai kecaman setelah menargetkan museum-museum besar AS karena dianggap terlalu menekankan pada topik seperti “betapa buruknya perbudakan”—serangan terbarunya terhadap lembaga budaya di negara yang pernah berperang saudara akibat isu tersebut.

“Museum di Washington, bahkan di seluruh negeri, pada dasarnya adalah segmen terakhir dari ‘WOKE’,” tulis Trump dalam unggahan di Truth Social, Selasa, menggunakan istilah singkatnya untuk menyebut gerakan keadilan sosial progresif.

“Smithsonian sudah DI LUAR KENDALI, semua yang dibicarakan hanyalah betapa buruknya negara kita, betapa parahnya perbudakan, dan betapa tidak berhasilnya kaum tertindas—tanpa ada tentang keberhasilan, tanpa ada hal cerah, tanpa ada masa depan,” tambah Trump.

Pernyataan itu merujuk pada Smithsonian Institution, organisasi independen yang mengelola 17 museum, galeri, dan satu kebun binatang di berbagai lokasi—terutama di National Mall, Washington D.C.—yang menerima dana publik, dan sebelumnya sudah dituduh Trump menyebarkan “ideologi korosif.”

“Sekarang museum ikut jadi sasaran hanya karena terlalu terbuka membicarakan kengerian perbudakan,” tulis pengacara hak sipil ternama Ben Crump di X menanggapi unggahan Trump.

“Kalau menceritakan kebenaran tentang perbudakan dianggap membuat museum ‘terlalu woke’, maka masalahnya bukan pada sejarah, tapi pada mereka yang ingin menghapusnya,” lanjutnya.

Trump juga memberi sinyal akan menekan Smithsonian agar mengikuti tuntutannya, sama seperti yang ia lakukan pada perguruan tinggi dan universitas dengan ancaman pemotongan dana federal.

“Saya sudah menginstruksikan pengacara saya untuk meninjau museum-museum, dan memulai proses yang sama seperti yang dilakukan terhadap perguruan tinggi dan universitas, di mana kemajuan besar telah dicapai,” kata Trump.

'Dia oke dengan Holocaust Museum'

Perdagangan budak transatlantik dari Afrika ke Amerika berlangsung selama tiga abad, dan disebut sebagai “dosa asal” Amerika Serikat.

Sejak sekitar 1526 hingga 1867, perdagangan itu memperdagangkan sekitar 10,7 juta dari total 12,5 juta orang Afrika yang ditangkap ke benua Amerika.

Perdagangan ini kemungkinan menelan korban jiwa terbesar dalam sejarah migrasi jarak jauh, dengan lebih dari dua juta orang Afrika meninggal dalam perjalanan ke Amerika, yang dikenal sebagai Middle Passage.

Negara-negara bagian Selatan berperang untuk mempertahankan perbudakan dalam Perang Saudara 1861–1865, namun akhirnya kalah.

Sejak itu, komunitas Afrika-Amerika terus memperjuangkan hak sipil mereka, termasuk lewat gelombang protes Black Lives Matter pada 2020 yang memaksa AS menghadapi kembali sisi kelam sejarahnya.

Beberapa kritikus menilai serangan Trump terhadap museum bersifat pilih-pilih.

“Trump keberatan dengan perbudakan yang ditampilkan di Museum Sejarah Afrika-Amerika, tapi dia oke saja dengan Holocaust Museum! Semua dianggap WOKE kecuali kalau menyangkut kelompok tertentu,” tulis podcaster Sabby Sabs di X.

'Lebih banyak habiskan waktu di museum'

Yang lain menolak komentar Trump sebagai “keterlaluan dan tidak pantas bagi orang Amerika.”

“Kalau Trump berpikir perbudakan itu tidak buruk, jelas dia perlu lebih banyak menghabiskan waktu di museum,” tulis Anggota Kongres Jim McGovern dari Massachusetts di X.

“Siapa pun yang berpikir ada hal BAIK dari memperbudak manusia tidak pantas memimpin negara apa pun… apalagi demokrasi paling berpengaruh di dunia. Keterlaluan dan tidak Amerika.”

Selama beberapa bulan terakhir, Trump memang gencar menyerang lembaga budaya, yang berupaya memperluas keragaman pameran dan program mereka, menyoroti perempuan, orang kulit berwarna, dan budaya queer.

Pekan lalu, Gedung Putih mengunggah surat di situs resminya yang menyatakan pemerintah berencana menarget delapan museum besar untuk “tinjauan internal menyeluruh” demi “merayakan keunggulan Amerika” dan “menghapus narasi yang memecah belah atau partisan.”

Lembaga yang ditargetkan termasuk National Museum of American History, National Museum of African American History and Culture, dan National Museum of the American Indian, menurut surat tersebut.

Pada 2017, saat periode pertamanya, Trump pernah mengunjungi National Museum of African American History—yang dibuka setahun sebelumnya dan menampilkan kisah perdagangan budak serta tema sejarah lain.

“Museum ini adalah penghormatan indah bagi begitu banyak pahlawan Amerika,” kata Trump usai kunjungan, menurut laporan media AS saat itu. “Luar biasa untuk dilihat.”

“Trump menyerang museum Smithsonian, mengatakan terlalu banyak fokus pada ‘betapa buruknya perbudakan.’ Kaum otoriter tahu bahwa jika mereka bisa meyakinkan kita negara ini tak pernah salah, maka mereka bisa membuat kita percaya penguasanya selalu benar,” kata profesor Berkeley, Robert Reich.

“Waspadalah.”

SUMBER:TRT World & Agencies
Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us