Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah harus tetap dilakukan melalui pemilihan langsung, sebuah keputusan yang menuai beragam reaksi dari berbagai partai politik di DPR.
Putusan yang dikeluarkan Kamis lalu tersebut menegaskan bahwa gubernur, wali kota, dan bupati akan dipilih oleh pemilih setiap lima tahun, sama seperti pemilihan presiden dan legislatif.
Keputusan pengadilan ini muncul di tengah pembahasan revisi undang-undang pemilu oleh para anggota DPRD dan di tengah usulan untuk mengganti pemilihan langsung dengan pemilihan oleh DPRD.
Para pendukung pemilihan tidak langsung, termasuk Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), berpendapat bahwa sistem ini akan menurunkan biaya pemilu. Wakil Ketua Umum Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan partainya lebih menyukai model hibrida di mana gubernur akan dipilih oleh DPRD, sementara wali kota dan bupati tetap dipilih secara langsung. Eksekutif PKB, Luluk Nur Hamidah, mengatakan partainya masih mengevaluasi apakah dua dekade pemilihan langsung layak direformasi, lapor The Jakarta Post.
Partai-partai besar lainnya juga menyuarakan kekhawatiran yang sama. Partai Gerindra pimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Partai NasDem tahun lalu mengisyaratkan dukungan untuk alternatif pemilihan langsung, dengan alasan beban keuangan yang berat.
Bersama, Golkar, PKB, Gerindra, dan NasDem menguasai 56 persen dari 580 kursi di DPR, memberi mereka pengaruh yang signifikan dalam debat reformasi pemilu.
Namun, partai-partai oposisi dan kelompok masyarakat sipil menyambut baik keputusan pengadilan tersebut.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memperingatkan bahwa kembali ke pemilihan umum berbasis DPRD akan merusak demokrasi dan berisiko menimbulkan intervensi politik. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera juga menyatakan dukungannya terhadap pemilihan umum langsung, menyebutnya konsisten dengan otonomi daerah.
Pakar hukum pemilu Titi Anggraini memperingatkan bahwa penghapusan pemungutan suara langsung yang bertentangan dengan sentimen publik dapat memicu protes massa. Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah akan mematuhi putusan pengadilan, sebagaimana dikutip dari laporan The Jakarta Post.