Sekelompok karyawan Microsoft dan aktivis menggelar protes di kantor pusat perusahaan tersebut, menuntut agar raksasa teknologi itu memutuskan hubungan dengan militer Israel.
Kelompok tersebut menduduki East Campus Plaza di Redmond, menamainya kembali menjadi “Plaza Anak-Anak Palestina yang Gugur” dan mendirikan perkemahan untuk menyoroti apa yang mereka sebut sebagai keterlibatan perusahaan dalam kejahatan perang di Gaza, The Guardian melaporkan.
Aksi ini diorganisir oleh No Tech for Apartheid, sebuah koalisi pekerja dan kelompok advokasi, dengan slogan “No Azure for Apartheid” — merujuk pada layanan komputasi awan Microsoft.
Para demonstran mendirikan tenda, spanduk, dan meja negosiasi, mengundang eksekutif perusahaan untuk berdialog.
Dalam sebuah surat terbuka dan manifesto yang menyertainya berjudul “We will not be cogs in the Israeli genocidal machine: a call for a Worker Intifada,” para penyelenggara mendesak karyawan untuk memprotes, mogok kerja, dan melakukan aksi walkout hingga Microsoft mengakhiri semua kontrak dengan pemerintah dan militer Israel.
Protes ini muncul ketika lebih dari 60 pemegang saham Microsoft — yang mewakili sekitar $80 juta dalam kepemilikan saham — telah mengajukan resolusi yang menuntut audit hak asasi manusia terhadap kontrak Microsoft dengan entitas Israel.
Proposal ini diharapkan akan diputuskan dalam rapat umum tahunan perusahaan pada bulan Desember.
Para demonstran mengatakan mereka akan terus menduduki plaza tersebut hingga tuntutan mereka dipenuhi atau mereka dipaksa untuk pergi.