Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya aliran dana dari asosiasi travel haji kepada sejumlah oknum di Kementerian Agama (Kemenag) terkait pengelolaan kuota haji khusus tahun 2024. Nilai fee yang diduga diberikan mencapai Rp42 juta hingga Rp113 juta per kuota.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebutkan penyidik sedang mendalami pola setoran yang diterima oleh pihak internal Kemenag. “Ada aliran uang yang diambil dari para asosiasi kemudian diberikan kepada beberapa oknum di Kementerian Agama. Itu yang sedang kami dalami,” ujar Asep dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (14/8/2025), dikutip dari Detik.
Menurut Asep, besaran setoran bervariasi antara USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota, bergantung pada jumlah dan jenis layanan travel. “Tergantung dari penjualannya dan juga tergantung kepada travelnya,” jelasnya.
Kasus ini mencuat setelah pemerintah memperoleh tambahan 20 ribu kuota haji dari Arab Saudi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, seharusnya 92 persen kuota diperuntukkan bagi jemaah reguler dan hanya 8 persen untuk kuota khusus. Namun, di bawah kepemimpinan Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, pembagian dilakukan secara setara, yakni 50 persen reguler dan 50 persen khusus. Langkah inilah yang diduga membuka ruang penyimpangan.
KPK menegaskan kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, meski hingga kini belum ada penetapan tersangka. Untuk mendukung proses hukum, KPK juga telah mencegah tiga pihak bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Pencegahan berlaku hingga Februari 2026.
Yaqut dan dua pihak lainnya masih berstatus saksi. KPK menekankan pencegahan dilakukan agar mereka tetap berada di Indonesia dan dapat memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik.
Dalam penggeledahan di sejumlah biro travel haji, KPK mendapati adanya indikasi penghilangan dokumen. Asep mengingatkan pihak swasta maupun individu yang berupaya menghalangi penyidikan bisa dijerat Pasal 21 UU Tipikor tentang obstruction of justice.
“Proses hukum ini harus didukung semua pihak. Kalau ada yang menghalangi, tentu ada konsekuensi pidana,” tegasnya, dikutip dari Kumparan.