Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga orang tersangka setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di kantor PT Inhutani V, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta. Ketiganya keluar dari ruang pemeriksaan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Kamis sore 14 Agustus, mengenakan rompi oranye tahanan KPK dan diborgol saat dibawa menuju konferensi pers, sebagaimana dilaporkan oleh harian detikcom.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto membenarkan operasi ini dilakukan pada Rabu.
Dari sembilan orang yang diamankan, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady sebagai penerima suap, Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng Djunaidi sebagai pemberi, serta Aditya, staf perizinan SB Group, juga sebagai pemberi.
KPK menyatakan dalam konferensi pers bahwa mereka turut menyita sejumlah barang bukti dalam operasi ini, termasuk uang tunai senilai SGD 189.000 atau sekitar Rp 2,4 miliar, satu unit mobil Jeep Rubicon dari rumah Dirut Inhutani V, dan satu unit Mitsubishi Pajero dari rumah tersangka Aditya.
Kasus ini bermula dari kerja sama pengelolaan hutan di Lampung seluas lebih dari 56 ribu hektare antara Inhutani V dan PT Paramitra Mulia Langgeng. Berdasarkan temuan KPK, PT PML tidak memenuhi kewajiban pembayaran PBB periode 2018–2019 sebesar Rp 2,31 miliar dan dana reboisasi Rp 500 juta per tahun.
Untuk meloloskan kerja sama, Dicky Yuana Rady diduga menerima berbagai gratifikasi, termasuk uang tunai hingga permintaan mobil baru, sementara Djunaidi disebut membuat bukti setor fiktif serta laporan keuangan palsu agar kewajiban perusahaan terlihat terpenuhi, Rangkaian modus ini dijelaskan KPK dalam konferensi pers.
KPK menahan ketiga tersangka selama 20 hari pertama hingga 1 September 2025 dan menegaskan akan terus mengembangkan penyidikan guna menelusuri aliran dana serta kemungkinan keterlibatan pihak lain.