Direktorat Reserse Kriminal Ekonomi Nasional mengumumkan pada Selasa, Gibran Huzaifah, co-founder sekaligus mantan CEO eFishery, telah ditangkap bersama dua mantan eksekutif lainnya atas dugaan penipuan dana investasi. Ketiganya ditahan sejak 31 Juli dalam kasus yang menyoroti manipulasi laporan keuangan di perusahaan agritech tersebut.
eFishery, startup yang dikenal sebagai perusahaan teknologi senilai US$1,4 miliar, mengklaim sebagai platform inovatif yang menyediakan layanan pakan, pembiayaan, dan pasar untuk petani ikan dan udang secara online. Namun, kepercayaan publik mulai melemah pada akhir tahun 2024 setelah laporan adanya ketidaksesuaian dalam pendapatan perusahaan.
“Ketiganya bekerja sama melakukan penipuan dan penggelapan dalam proses investasi dengan membengkakkan pendapatan dan laba perusahaan,” kata Helfi dalam konferensi pers pada Selasa.
Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa sekitar Rp15 miliar (setara $915.499) telah dikorupsi dari perusahaan tersebut. “Proses penyidikan masih berjalan, termasuk audit menyeluruh atas laporan keuangan dan penggunaan dana,” tambah Helfi.
Manipulasi laporan keuangan
Kasus ini mulai diselidiki sejak 2024, setelah laporan pengaduan yang diajukan oleh korban kepada pihak kepolisian terkait pelanggaran di eFishery. Sejak terungkapnya kasus ini, dewan direksi eFishery menangguhkan Gibran sebagai CEO dan kemudian memberhentikan sebagian besar karyawan perusahaan.
Awal tahun ini, eFishery menunjuk firma penasihat bisnis internasional, FTI Consulting, untuk mengambil alih manajemen baru untuk menangani krisis yang terjadi.
Dalam wawancara dengan Bloomberg pada April 2025, Gibran mengakui telah memanipulasi laporan keuangan, namun membantah terlibat dalam pencurian uang.
Investor besar seperti SoftBank dari Jepang dan Temasek dari Singapura sebelumnya menanamkan modal di eFishery, yang kini menghadapi krisis kepercayaan akibat kasus ini. Penyelidikan internal mengungkap bahwa manipulasi laporan keuangan tersebut menyebabkan kerugian investor mencapai ratusan juta dolar.
Para pakar industri mengatakan kasus ini menjadi peringatan penting bagi startup di Indonesia agar meningkatkan transparansi dan tata kelola perusahaan. Sementara itu, pemerintah Indonesia diharapkan mengambil langkah tegas dalam mengawasi dan memperketat regulasi.