DUNIA
3 menit membaca
Kemenperin soroti pembatasan pasokan gas, ancaman PHK mengintai
Kementerian Perindustrian menilai pembatasan pasokan gas bumi hingga 48 persen janggal dan bisa berdampak pada industri strategis. PT PGN memastikan pasokan gas di Jawa Barat dan Sumatera mulai stabil.
Kemenperin soroti pembatasan pasokan gas, ancaman PHK mengintai
PGN bersama Kementerian ESDM, SKK Migas, Pertamina, dan pemangku kepentingan stabilkan pasokan gas. Foto: PGN
15 jam yang lalu

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bergerak cepat menanggapi keresahan industri pengguna Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akibat pembatasan pasokan dari produsen gas. Untuk menampung keluhan dan masukan industri, Kemenperin membentuk Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT, sebagai saluran resmi bagi pelaku industri yang mengalami gangguan pasokan gas.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menilai pembatasan pasokan hingga 48 persen sangat janggal.

“Menurut kami, hal ini janggal karena pasokan gas untuk harga normal, yang di atas USD 15 per MMBTU, relatif stabil. Tetapi pasokan untuk HGBT yang harganya USD 6,5 per MMBTU justru dibatasi. Artinya, tidak ada masalah dalam produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas nasional,” kata Febri dalam keterangan tertulis, Selasa (19/8).

Febri menekankan bahwa produsen gas sebaiknya tidak membangun narasi pembatasan pasokan hanya untuk mendorong kenaikan harga. “Tidak ada isu teknis produksi atau pasokan yang terganggu. Kami tidak ingin terulang kembali kasus sebelumnya yang membuat industri harus mengimpor gas, menurunkan utilisasi produksi, bahkan berujung penutupan pabrik dan pengurangan tenaga kerja,” tambahnya.

Ancaman PHK dan tekanan produksi

Beberapa perusahaan melaporkan penurunan tekanan gas yang memaksa mereka menyesuaikan operasional. “Ada yang harus mematikan salah satu unit produksi atau mengganti bahan bakar dari gas ke solar. Meski produksi tetap berjalan, biaya meningkat signifikan. Bahkan, beberapa industri sudah menghentikan produksi dan berpotensi merumahkan pekerjanya,” jelas Febri kepada Liputan 6.

Kasus ini banyak terjadi pada sektor keramik, gelas kaca, baja, dan oleokimia yang sangat bergantung pada pasokan gas kompetitif. Febri menekankan bahwa Pusat Krisis akan menghimpun fakta secara sistematis untuk menjadi dasar kebijakan. “Kami juga akan menerjunkan tim langsung ke industri guna menghitung risiko ke depan,” ujarnya.

“Gas adalah komponen vital dalam produksi. Gangguan pasokan atau lonjakan harga akan berdampak langsung pada daya saing, produktivitas, dan kelangsungan usaha. Kalau gas dibatasi, tekanannya turun, atau harganya melonjak, industri pasti terpukul. Ini bisa memicu pengurangan kapasitas, ancaman PHK, dan penurunan daya saing produk Indonesia,” tegasnya.

PGN pastikan pasokan mulai stabil

Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) terus menjaga keandalan pasokan gas, terutama di Jawa Barat dan sebagian wilayah Sumatera. Corporate Secretary PGN, Fajriyah Usman, mengatakan stabilitas pasokan kini mulai pulih berkat tambahan pasokan dari beberapa sumber, termasuk swap gas dari West Natuna Group, Medco WK South Sumatra, dan PEP Pagardewa, serta pasokan LNG sesuai jadwal.

“Hal ini merupakan bentuk sinergi PGN dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan keberlangsungan layanan kepada pelanggan,” kata Fajriyah kepada Liputan 6.

PGN menegaskan komitmennya untuk menjaga ketersediaan energi bagi sektor industri maupun pelanggan lain. Fajriyah menekankan pentingnya pengendalian pemakaian gas agar distribusi tetap stabil dan keberlangsungan industri tidak terganggu.

Dengan langkah-langkah ini, Kemenperin dan PGN berharap industri strategis penerima HGBT, termasuk pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet, tetap produktif dan aman dari gangguan pasokan yang bisa memicu kerugian ekonomi maupun PHK pekerja.


SUMBER:TRT Indonesia
Lihat sekilas tentang TRT Global. Bagikan umpan balik Anda!
Contact us