Presiden Indonesia Prabowo Subianto pada Senin meresmikan pembentukan Badan Industri Mineral, lembaga baru yang bertugas mengelola serta mengembangkan hilirisasi sumber daya mineral strategis nasional.
Badan ini diharapkan mampu memperkuat tata kelola mineral kritis, termasuk logam tanah jarang, yang memiliki peran penting bagi industri pertahanan dan ekonomi nasional.
Presiden juga melantik Brian Yuliarto, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, sebagai Kepala Badan Industri Mineral di Istana Merdeka, Jakarta. Pengangkatan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 77/P Tahun 2025 tentang Penunjukan Kepala Badan Industri Mineral.
“Badan ini akan mengelola industri material strategis yang berkaitan dengan sektor pertahanan, karena material strategis sangat penting untuk kedaulatan bangsa sekaligus bagi peningkatan ekonomi kita,” ujar Brian.
Fokus pada material strategis
Menurut data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi cadangan logam tanah jarang mencapai 12,5 juta ton oksida tanah jarang (REO), yang tersebar di Bangka Belitung, Kalimantan, dan Sulawesi. Sumber utama berasal dari produk sampingan pengolahan timah, nikel, dan bauksit. Potensi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan cadangan tanah jarang terbesar di Asia Tenggara.
Brian menjelaskan bahwa logam tanah jarang dapat ditemukan dalam produk sampingan pengolahan nikel dan timah, salah satunya monasit. Indonesia selama ini berupaya memproses tanah jarang yang terkandung dalam bijih timah.
Dengan pembentukan badan baru ini, pemerintah menargetkan pengelolaan mineral strategis menjadi lebih terarah, baik untuk mendukung sektor pertahanan maupun menambah nilai ekonomi.
Badan Industri Mineral tersebut juga ditugaskan merancang strategi pemanfaatan logam tanah jarang (LTJ) di dalam negeri, termasuk pengembangan produk akhir bernilai tinggi.