Produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal kedua tahun 2025 mengalami pertumbuhan sebesar 5,12 persen year-on-year (yoy), naik dari 4,87 persen pada kuartal sebelumnya dan melampaui proyeksi pasar sebesar 4,80 persen, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS).
Pertumbuhan ini menandai peningkatan terbesar sejak kuartal kedua tahun 2023.
Dalam konferensi pers pada 5 Agustus, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kinerja terbaik di kawasan.
"Alhamdulillah, kita sudah kembali ke jalur 5 persen, jadi 5,12 persen. Indonesia hanya tertinggal di belakang China dengan 5,2 persen. Beberapa negara di bawah kita, termasuk Malaysia, Singapura, Amerika Serikat dengan 2 persen, dan Korea," ujarnya, seraya mencatat peringkat Indonesia yang tinggi di antara negara-negara G20 dan ASEAN.
Pertumbuhan ini didukung secara luas oleh berbagai sektor. Industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB, yaitu 18,67 persen dengan pertumbuhan 5,68 persen, diikuti oleh pertanian (pangsa 13,83 persen, pertumbuhan 1,65 persen) dan perdagangan besar dan eceran (pangsa 13,02 persen, pertumbuhan 5,37 persen).
Meningkatnya aktivitas produksi membantu memenuhi permintaan domestik dan ekspor.
Di sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga—yang menyumbang lebih dari separuh PDB—tumbuh 4,97 persen yoy, didorong oleh peningkatan pengeluaran selama liburan sekolah dan perayaan keagamaan. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), yang mencerminkan aktivitas investasi, melonjak menjadi 6,99 persen, tertinggi dalam empat tahun, didukung oleh proyek-proyek infrastruktur seperti perluasan MRT Jakarta.
PMTB kini mencapai 27,83 persen dari PDB.
Kinerja ekspor juga memainkan peran kunci, didorong oleh pesanan awal minyak nabati, elektronik, logam, dan suku cadang mobil dari luar negeri, yang mendahului perkiraan tarif AS. Pemerintah menyebutkan peningkatan permintaan ekspor sebagai faktor pendorong kinerja perdagangan pada semester pertama.
Tantangan siklus perdagangan global
Meskipun kinerja kuartal kedua kuat, sejumlah analisis dari bank dan instansi keuangan di kawasan memperingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melambat pada paruh kedua tahun 2025 akibat meningkatnya tantangan perdagangan global.
Melambatnya permintaan ekspor utama dan melemahnya harga komoditas global dapat membebani surplus perdagangan negara, sehingga menimbulkan risiko bagi momentum pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Meskipun terdapat tanda-tanda pelemahan pada beberapa indikator domestik—seperti penjualan mobil yang melambat dan sentimen konsumen yang melemah—sektor eksternal Indonesia tetap stabil. Cadangan devisa tercatat sebesar $152,6 miliar, neraca pembayaran tetap surplus selama 62 bulan, dan rasio utang terhadap PDB tetap stabil di kisaran 30 persen.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi bersifat inklusif. Jawa mencatat pertumbuhan 5,24 persen, sementara Sulawesi mencatat 5,83 persen, yang sebagian besar didorong oleh pengolahan sumber daya alam di wilayah timur.
Penjualan ritel naik 1,19 persen yoy, dan transaksi elektronik meningkat 6,26 persen, menunjukkan aktivitas konsumen yang lebih kuat. Pariwisata domestik juga melonjak, dengan perjalanan meningkat 22,32 persen, menyusul upaya pemerintah untuk meningkatkan mobilitas dan belanja liburan.
Komitmen mempertahankan pertumbuhan
Untuk mempertahankan momentum, Jakarta memperpanjang stimulus fiskal hingga paruh kedua tahun 2025. Keringanan pajak untuk pembelian rumah akan tetap berlaku hingga Desember, dan diskon tiket pesawat akan mendorong perjalanan liburan akhir tahun. Stimulus tambahan untuk sektor padat karya meliputi kredit investasi mesin dan pinjaman berbunga rendah untuk pengembang properti tertentu.
Meskipun belum ada angka resmi yang dirilis untuk paket stimulus mendatang, pemerintah telah mencairkan Rp24,4 triliun ($1,49 miliar) pada paruh pertama.
Sentimen investasi tetap kuat, dengan realisasi investasi domestik dan asing mencapai Rp477,7 triliun—meningkat 11,51 persen secara tahunan. Belanja modal pemerintah juga meningkat tajam sebesar 30,37 persen.
Pemerintah menegaskan kembali komitmennya untuk melindungi pertumbuhan di tengah ketidakpastian global, dengan Bank Indonesia memperkirakan ekspansi ekonomi setahun penuh antara 4,6 persen dan 5,4 persen. Pemangkasan suku bunga tambahan diantisipasi, dengan para ekonom memproyeksikan penurunan 50 basis poin lagi sebelum akhir tahun.