Kementerian Luar Negeri China menolak untuk berpartisipasi dalam negosiasi antara Amerika Serikat dan Rusia terkait pengurangan hulu ledak nuklir.
“Tidak masuk akal maupun realistis untuk meminta China bergabung dalam negosiasi perlucutan senjata nuklir antara AS dan Rusia,” kata Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.
Pernyataan Beijing ini merupakan penolakan tegas terhadap komentar Presiden AS Donald Trump yang menyarankan agar China dilibatkan dalam pembicaraan denuklirisasi dengan Rusia.
“Kekuatan nuklir China dan Amerika Serikat sama sekali tidak berada pada level yang sama, dan lingkungan keamanan strategis serta kebijakan nuklir kedua negara sangat berbeda,” kata Guo Jiakun, juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Trump pada hari Senin menyatakan bahwa ia ingin membuka pembicaraan denuklirisasi dengan Rusia dan China, mengangkat kembali isu yang sebelumnya ia bahas saat juga berupaya memulai kembali diplomasi yang terhenti dengan Korea Utara.
“Saya pikir denuklirisasi adalah tujuan besar, tetapi Rusia bersedia melakukannya, dan saya pikir China juga akan bersedia melakukannya. Kita tidak bisa membiarkan senjata nuklir menyebar. Kita harus menghentikan senjata nuklir. Kekuatan ini terlalu besar,” kata Trump.

‘Dalam lima tahun, China akan menyusul AS’
Trump mengatakan bahwa ia telah mengangkat isu denuklirisasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, tetapi tidak memberikan rincian tentang pertemuan mereka.
“China masih jauh tertinggal, tetapi mereka akan menyusul kita dalam lima tahun. Kami ingin denuklirisasi. Kekuatan ini terlalu besar, dan kami juga membahas itu,” kata Trump.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa China meningkatkan persediaan nuklirnya lebih cepat dibandingkan negara lain.
Menurut laporan dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), China kini memiliki setidaknya 600 hulu ledak nuklir. Sementara itu, AS memiliki 3.748 hulu ledak nuklir, menurut data Departemen Energi AS tahun 2023.
Trump pertama kali menyampaikan niatnya untuk mengejar upaya pengendalian senjata nuklir pada bulan Februari, dengan mengatakan bahwa ia ingin memulai diskusi dengan Putin dan Presiden China Xi Jinping tentang pembatasan persenjataan mereka.
Fokus baru pada pengendalian senjata nuklir ini muncul karena Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START) akan berakhir pada 5 Februari 2026.
Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2010 ini merupakan kesepakatan pengendalian senjata nuklir terakhir yang tersisa antara AS dan Rusia, yang membatasi jumlah hulu ledak strategis dan sistem pengirimannya yang dapat dikerahkan oleh masing-masing pihak.