Amerika Serikat telah menyepakati secara prinsip pembebasan tarif sebesar 19 persen atas ekspor minyak sawit, kakao, dan karet dari Indonesia. Kebijakan yang sebelumnya diberlakukan sejak 7 Agustus lalu oleh Presiden Donald Trump ini akan dicabut setelah kedua negara menandatangani kesepakatan akhir.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam wawancara dengan Reuters mengatakan “Kami masih menunggu respons mereka, tetapi pada dasarnya prinsip pembebasan ini sudah disepakati untuk produk-produk yang tidak diproduksi di AS, seperti sawit, kakao, dan karet. Tarifnya akan menjadi nol atau mendekati nol.”
Selain membahas tarif, kedua negara juga membuka peluang kerja sama investasi. AS disebut tengah mempertimbangkan investasi pada fasilitas penyimpanan bahan bakar di Indonesia bersama Lembaga Pengelola Investasi Danantara dan perusahaan energi milik negara Pertamina.
Kedutaan Besar AS di Jakarta hingga kini belum memberikan tanggapan resmi. Indonesia adalah eksportir minyak sawit terbesar dunia sekaligus salah satu pemasok utama karet.
Fokus ke hilirisasi dan industri baru
Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, menjadi salah satu negara pertama yang mencapai kesepakatan tarif dengan Trump pada Juli lalu. Namun, Jakarta tetap dikenakan tarif yang sama dengan Thailand dan Malaysia, hanya sedikit lebih rendah dari Vietnam yang mencapai 20 persen.
Dalam negosiasi sebelumnya, Indonesia menawarkan investasi bernilai miliaran dolar di AS serta pembelian minyak mentah, LPG, pesawat, dan produk pertanian Amerika. Sebagai imbal balik, Jakarta berjanji memberi tarif nol persen bagi hampir seluruh produk AS yang masuk ke pasarnya.
Airlangga menekankan bahwa kepastian mengenai tarif AS, ditambah perkembangan perundingan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa, bisa memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah menargetkan pertumbuhan 5,4 persen pada 2026, meningkat dari perkiraan 5 persen tahun ini.
“Persepsi positif datang dari pasar global karena investor mencari kepastian, dan Indonesia adalah salah satu negara yang mampu memberikan kepastian itu,” ujarnya.
Pemerintah juga berupaya menarik lebih banyak investasi asing untuk pengembangan kawasan industri, khususnya di sektor pengolahan komoditas strategis. Langkah ini mengikuti keberhasilan Indonesia menarik investasi besar-besaran dari China dalam proyek nikel.
Selain itu, Airlangga menegaskan bahwa Indonesia ingin mendorong investasi di sektor pengolahan pasir silika, termasuk produksi panel surya dan wafer semikonduktor, guna memperkuat posisi negara dalam rantai pasok teknologi global.