Indonesia tengah meningkatkan upaya untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan pendapatan dari ekonomi bayangan dengan menetapkan target ambisius sebesar Rp 2.357,7 triliun ($145,6 miliar) dalam penerimaan pajak pada tahun 2026, yang menandai peningkatan sebesar 13,5 persen dari proyeksi pendapatan tahun 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun.
Ekonomi bayangan—yang mencakup aktivitas bisnis yang tidak dilaporkan seperti transaksi tunai, perusahaan yang tidak terdaftar, dan perdagangan gelap—dipandang sebagai sumber utama pendapatan yang belum dimanfaatkan.
Pihak berwenang mengatakan sektor informal merugikan negara miliaran rupiah sekaligus membuat pekerja dan bisnis terabaikan dari perlindungan formal, menurut laporan Jakarta Globe.
Berdasarkan RAPBN tahun 2026, pengawasan akan difokuskan pada industri-industri berisiko tinggi, termasuk perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, dan perikanan. Petugas pajak juga akan mengintensifkan operasi "pengawasan" untuk mengidentifikasi bisnis-bisnis yang tidak terdaftar dan mendaftarkannya ke dalam sistem perpajakan.
Selain itu, Indonesia telah menunjuk entitas asing untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi e-commerce lintas batas, yang memperkuat pengawasan terhadap ekonomi digital yang berkembang pesat.
Pihak berwenang juga sedang mengumpulkan data fiskal tentang penjual daring dan usaha digital kecil untuk meningkatkan kepatuhan.
Kekhawatiran atas target yang ambisius
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) telah memperingatkan bahwa target agresif pemerintah dapat mendorong otoritas pajak untuk melakukan penegakan hukum yang lebih ketat.
"Data tersebut menunjukkan bahwa pemerintah akan mengintensifkan upaya pemungutan pajak tahun depan. Dalam lima tahun terakhir, pajak telah meningkat dari 77 persen menjadi 86 persen dari pendapatan negara," kata Deni Friawan, peneliti senior di CSIS kepada Jakarta Globe.
Basis pajak Indonesia masih dangkal. Dari 145 juta penduduk usia kerja, hanya sekitar 17 juta yang secara konsisten melaporkan atau membayar pajak, menjadikan ekonomi informal sebagai tantangan sekaligus peluang.

Menkeu Sri Mulyani: Tidak ada pajak baru
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menepis spekulasi bahwa pemerintah akan menerapkan pajak baru untuk mencapai target tersebut. Sebaliknya, beliau menekankan reformasi yang sedang berlangsung, pemantauan kepatuhan yang lebih ketat, dan pemanfaatan perangkat digital sebagai tulang punggung pertumbuhan pendapatan.
"Integrasi data dan sistem pajak inti yang baru akan didorong lebih intensif. Kita masih memiliki ruang untuk meningkatkan pendapatan tanpa menciptakan pajak baru," ujar Sri Mulyani.
Strategi pemerintah meliputi peluncuran sistem administrasi Pajak Inti, perluasan pertukaran data antar lembaga, pengenaan pajak atas transaksi digital, dan peluncuran audit bersama dengan lembaga penegak hukum.
Meskipun ada kekhawatiran, Kementerian Keuangan tetap yakin bahwa reformasi dan peningkatan pengawasan akan memberikan dorongan yang diperlukan terhadap penerimaan pajak tanpa membebani wajib pajak.